LPKAPNEWS, YOGYAKARTA – Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DI Yogyakarta menyelenggarakan acara
sosialisasi Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) pada Ahad (20/07) di
Universitas Ahmad Dahlan.
Acara ini menghadirkan Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Oman Fathurrahman, yang memaparkan secara rinci
konsep dan urgensi KHGT.
Dalam paparannya, Oman Fathurrahman menjelaskan bahwa
KHGT adalah “kalender lunar Hijriah yang berlandaskan prinsip satu hari satu
tanggal di seluruh dunia.” Penyifatan “tunggal” (al-uḥādī) pada kalender Islam
global ini bertujuan membedakannya dari kalender-kalender lain yang juga
diklaim sebagai kalender global/internasional/universal, namun bersifat zonal.
Oman Fathurrahman menyoroti dua contoh kalender zonal
yang tidak mampu menyatukan penanggalan Islam secara global.
Pertama, kalender trizonal yang dirancang oleh Mohammad
Ilyas, seorang astronom Muslim dari Malaysia. Kalender Ilyas membagi dunia
menjadi tiga zona: Asia Tenggara, Timur Tengah (termasuk Eropa), dan Benua
Amerika. Akibatnya, pada tahun tertentu, jadwal penanggalan di satu zona bisa
berbeda dengan zona lainnya.
Kedua, kalender bizonal (dwizonal) yang diusulkan oleh
Muhammad Shaukat Audah (Odeh). Kalender ini membagi dunia menjadi dua zona
kalender, dengan potensi perbedaan penanggalan di masing-masing zona.
Oman Fathurrahman memberikan contoh konkret bagaimana
kalender Audah (Odeh) menciptakan masalah dalam pelaksanaan ibadah. Misalnya,
pada 1 Zulhijah 1445 H, Zona Timur (meliputi Eropa, Afrika, Asia, dan
Australia) jatuh pada Sabtu, 8 Juni 2024, karena hilal Zulhijah 1445 H belum
imkanu rukyat. Sementara itu, di Zona Barat (Benua Amerika), hilal sudah imkanu
rukyat pada Kamis, 6 Juni 2024, sehingga 1 Zulhijah jatuh pada Jumat, 7 Juni
2024.
Perbedaan ini berimplikasi pada pelaksanaan puasa Arafah
(9 Zulhijah). Di Benua Amerika, puasa Arafah akan dilaksanakan satu hari lebih
dahulu dibandingkan tanggal 9 Zulhijah di Mekah (Zona Timur), di mana wukuf di
Arafah dilaksanakan.
“Pertanyaannya, bagaimana orang di benua Amerika
melaksanakan ibadah sunat puasa Arafah?” tanya Oman Fathurrahman, menyoroti
ketidaksinkronan yang muncul.
Atas dasar itulah, Oman Fathurrahman menjelaskan bahwa
kalender bizonal yang diajukan dalam Kongres Penyatuan Kalender Hijriah di
Istanbul, Turki, pada tahun 2016, ditolak. Kongres tersebut justru menerima
KHGT (at-taqwīm al-Islāmī al-uḥādī) karena kemampuannya untuk menyatukan
(unifikatif) penanggalan Islam di seluruh dunia.
Prinsip-Prinsip KHGT
Oman Fathurrahman juga memaparkan prinsip-prinsip utama
yang mendasari KHGT:
Penerimaan Hisab: KHGT sepenuhnya menerim metode perhitungan
astronomi (hisab) dalam menentukan awal bulan Hijriah.
Kesatuan Matlak: Prinsip ini menegaskan bahwa penentuan
awal bulan berlaku secara global, tidak terpengaruh oleh perbedaan lokasi
geografis.
Sharing Parameter Kalender: Sebagai konsekuensi dari
prinsip kesatuan matlak, parameter kalender yang terjadi di suatu tempat tertentu
diberlakukan ke kawasan lain yang belum memenuhi parameter kalender. Ini
berarti, daerah yang posisi bulannya masih di bawah parameter bahkan
di bawah ufuk, akan diikutsertakan ke kawasan yang sudah memenuhi
parameter kalender, dan karena itu ikut memulai bulan baru secara bersamaan.
Namun, hal ini tidak bisa diberlakukan sebaliknya.
Selaras Hari dan Tanggal di Seluruh Dunia: Tujuan utama
KHGT adalah mencapai keselarasan hari dan tanggal Hijriah secara seragam
di seluruh dunia.
Penerimaan Garis Tanggal Internasional: KHGT
mengintegrasikan penggunaan garis tanggal internasional sebagai acuan untuk mencapai
kesatuan penanggalan global.
Sosialisasi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman
mengenai pentingnya Kalender Hijriah Global Tunggal dalam upaya menyatukan umat
Islam di seluruh dunia dalam penentuan awal bulan dan pelaksanaan ibadah.
Editor, Angcel
Sumber, Muhammadiyah Or Id