LINGGA, LPKAPNEWS - Harapan besar masyarakat Kabupaten
Lingga terhadap kehadiran perkebunan kelapa sawit kini mulai memudar. Sektor
yang semula digadang-gadang mampu menjadi penggerak ekonomi baru di daerah
kepulauan ini justru menyisakan persoalan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang
belum terpecahkan hingga kini.Beberapa perusahaan besar dikabarkan menguasai
lahan ribuan hektare di wilayah Singkep Selatan dan Singkep Barat untuk rencana
pengembangan kebun sawit. Salah satunya bahkan disebut mengklaim area mencapai
18.000 hektare.
Kondisi ini menjadi alarm keras bagi kita semua, terutama
bagi pemerintah daerah. Jika tidak ada langkah tegas dalam waktu dekat, Lingga
yang dikenal sebagai "Bunda Tanah Melayu" bisa kehilangan jati
dirinya sebagai daerah kepulauan yang subur dan lestari.
Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Kabupaten Lingga (IMKL), Dimas
Alparezi Bastian, menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh tinggal diam melihat
kerusakan yang semakin meluas. Ia menyebut bahwa banyak lahan di Lingga telah
dibabat tanpa perencanaan matang, bahkan di beberapa titik diduga tidak melalui
proses kajian lingkungan yang sesuai aturan. Ia menilai, pemerintah daerah
harus segera mengambil langkah konkrit untuk menghentikan pembabatan liar dan
melakukan evaluasi terhadap dampak lingkungan dari perkebunan sawit.
Ia menambahkan bahwa mahasiswa akan terus mengawal isu ini
sebagai bentuk tanggung jawab moral terhadap masa depan Lingga.
"Jangan biarkan Lingga kehilangan jati dirinya sebagai
daerah hijau dan lestari hanya karena kepentingan ekonomi sesaat,"
lanjutnya.Perubahan besar-besaran ini menyebabkan kerusakan ekosistem hutan
yang dulunya menjadi rumah bagi berbagai flora dan fauna endemik. Hutan alam
yang berfungsi sebagai penyerap karbon dan pelindung sumber air kini berkurang
drastis. Akibatnya, masyarakat mulai merasakan perubahan iklim mikro, seperti
peningkatan suhu, kekeringan di musim panas, dan berkurangnya debit air sungai.
Para pemerhati lingkungan menyoroti ancaman ekologis dari
rencana ekspansi sawit di wilayah kepulauan seperti Lingga. Pembukaan lahan di
daerah dengan topografi perbukitan dan garis pantai panjang dikhawatirkan
memicu erosi tanah, banjir, dan kerusakan habitat mangrove.
"Lingga bukan daratan luas seperti Kalimantan atau
Sumatera. Jika lahan sawit dibuka tanpa kajian lingkungan yang matang,
ekosistem laut dan hutan bakau bisa rusak," tambah Dimas.
IMKL mendesak Pemerintah Kabupaten Lingga dan instansi
terkait untuk membuka data publik secara transparan terkait izin pembukaan
lahan sawit dan studi dampak lingkungannya. Selain itu, pemerintah diminta
menindak tegas pihak-pihak yang terbukti melakukan kegiatan pembabatan tanpa
analisis dampak lingkungan (AMDAL) yang jelas.
Permasalahan sawit di Kabupaten Lingga mencerminkan
tantangan besar pembangunan di wilayah kepulauan: antara menjaga alam dan
mengejar pertumbuhan ekonomi.
Sumber, Mardy