Abdul Mu’ti Ungkap Tiga Pilar Utama Gerakan Kemanusiaan Muhammadiyah saat Bencana

LPKAPNEWSW, KARANGANYAR – Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, berkesempatan memberikan sambutannya dalam pembukaan Jambore Relawan Muhammadiyah-‘Aisyiyah yang dilaksanakan Kamis (26/6) di Wonderpark Tawangmangu, Karanganyar.

Mu’ti berkeyakinan bahwa segala kontribusi kemanusiaan warga Muhammadiyah menunjukkan bagaimana pelayanan sosial telah menjadi DNA dan jiwanya warga Muhammadiyah.

“Segala pengabdian dan keikhlasan benar-benar dirasakan oleh seluruh pihak yang terkena musibah melalui respon yang diberikan seluruh eksponen dan mitranya dalam setiap bencana,” ungkap Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Indonesia tersebut.

Muhammadiyah mempunyai konsen serius terhadap masalah bencana alam, mengingat Indonesia memiliki kekayaan yang luar biasa, sehingga potensi bencana juga terbilang tinggi. Lebih lanjut, Mu’ti memaparkan tiga fondasi penting Muhammadiyah dalam konteks bencana yang membuat gerak langkahnya bermanfaat. 

Yang pertama, Muhammadiyah menerbitkan fikih bencana. Langkah ini merupakan sebuah pernyataan sikap bahwa Muhammadiyah tidak pernah menyalahkan musibah yang terjadi sebagai laknat dan kutukan, melainkan sebuah tanda kekuasaan Allah yang disikapi dengan iman dan sikap positif.

Memahami bencana dari segi teologi penting agar tidak meratapi musibah yang terjadi hingga menyalahkan tuhan. Musibah merupakan cara Allah membentangkan pintu surga dengan cara kita sesama manusia membentangkan tangan kepada yang membutuhkan. Muhammadiyah melihat berbagai macam bencana dengan sikap positif penuh kesadaran dan kesabaran serta membantu sesama yg membutuhkan pertolongan, karena musibah juga merupakan salah satu implementasi sifat rohman rohimnya Allah kepada hambanya.

Kedua, Muhammadiyah mengambil langkah membentuk institusi MDMC dan lembaga-lembaga penanggulangan bencana lainnya. Tidak hanya sebagai kelompok yang responsif dan progresif terhadap bencana, tetapi juga terhadap mitigasi bencana, bahkan lebih jauh, yakni ke arah resiliensi bencana. Berbagai hal terkait resiliensi sudah disiapkan sedemikian rupa seperti sekolah dan lain-lain, sehingga dalam hal ini, MDMC telah berhasil diakui secara internasional, bahkan rumah sakitnya menuju level pengakuan oleh WHO.

“Ketiga, yang saya tekankan, bencana tidak hanya terkait natural disaster. Dalam konteks yang luas, bencana berkaitan dengan banyak hal dan perubahan yang terjadi di alam semesta. Berbagai macam bencana dan kerusakan itu terjadi karena perilaku manusia ‘doharul fasaadi fil ardi wal bahr’,” tegas Mu’ti.

Hal ini perlu menjadi analisis lebih lanjut, melihat fenomena bencana tidak hanya persoalan bencana seperti banjir, gunung meletus, dan lainnya, tetapi juga global warming, climate change, dan sebagainya yang menjadi bagian perhatian Muhammadiyah. Pada konteks mitigasi dan reiliensi, Muhammadiyah juga membentuk Muhammadiyah Climate Center untuk menyikapi berbagai hal, menyangkut dampak dari berbagai iklim, serta edukasi bagi anak-anak agar semakin sadar tentang bencana, ramah lingkungan. Dengan begitu, ketika bencana terjadi, kita telah menyiapkan segalanya.

Melalui resiliensi bencana, Muhammadiyah berusaha memberikan edukasi dan mengajak semua pihak untuk tanggap dan sabar, kemudian memiliki semangat bersama-sama untuk menghadapi bencana alam maupun musibah lainnya. Maka, adanya jambore penting untuk memiliki semangat dan ikatan yang semakin kuat, ketika ada bencana atau musibah terjadi, kita tidak hanya meratapi, tetapi melangkah maju dalam menyikapi bencana tersebut.

Terakhir, Mu’ti berpesan untuk merubah perilaku agar tidak semakin abai dengan yang terjadi.

“Upaya mencegah bencana dapat dilakukan dengan cara merubah perilaku kita, budaya kita, menjadi rahmah (kasih sayang) kepada lingkungan.”. Sambutan sekaligus ditutup dengan  agenda memukul kentongan sebagai simbolis pembukaan agenda Jambore., (Sumber Muhammadiyah Or Id)