LPKAPNEWS, NATUNA - Seorang jurnalis tak menyangka ketika langkahnya untuk menyampaikan informasi ke publik justru berujung intimidasi. Kasus ini bermula dari laporan investigasi terkait dugaan rangkap jabatan dokter ASN di Natuna. Namun yang menjadi sorotan, bukan hanya isi pemberitaan itu, melainkan respons seorang dokter berinisial DL yang diduga menghalangi kerja jurnalistik.

DL, bertugas di RSUD Natuna, kini harus menghadapi proses hukum usai dilaporkan oleh Pemimpin Redaksi Alreinamedia, Arizki Fil Bahri. Laporan tersebut telah teregister di Polres Natuna dengan nomor LP/B/25/VI/2025/SPKT/POLRES NATUNA/POLDA KEPULAUAN RIAU.

Kasat Reskrim Polres Natuna, Iptu Richie Putra, mengonfirmasi bahwa kasus ini telah naik ke tahap penyidikan. “Terlapor dokter DL sudah kami periksa sebagai saksi,” jelas Richie, kepada wartawan Rabu (25/6/2025).

Penyidik berencana memanggil sejumlah saksi tambahan, termasuk ahli pers dan pidana, untuk mendalami unsur pelanggaran Pasal 18 jo Pasal 4 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Dalam pernyataannya, Arizki menegaskan bahwa langkah hukum yang diambilnya tidak didasari emosi, tetapi demi menjaga marwah profesi. “Saya hanya ingin keadilan. Saya tidak ingin profesi jurnalis diperlakukan semena-mena,” katanya.

Ia mengungkapkan bahwa ancaman dari DL terjadi setelah pemberitaannya soal tiga dokter ASN diduga rangkap jabatan. Ironisnya, DL justru bukan salah satu dari tiga dokter tersebut. Namun, ia meminta berita itu diturunkan dan memaksa jurnalis untuk meminta maaf secara terbuka.

“Bahkan ia mengancam akan membuat sesuatu yang lebih heboh jika saya tidak menuruti,” ungkap Arizki.

Peristiwa ini bukan sekadar konflik personal antara seorang jurnalis dan seorang dokter. Lebih dari itu, kasus ini menjadi refleksi betapa rapuhnya kebebasan pers di daerah. Ancaman terhadap jurnalis yang bekerja berdasarkan kode etik dan fakta bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga pukulan terhadap prinsip demokrasi.

“Selama kami menjalankan profesi secara benar dan sesuai aturan, maka kami tetap melawan, yang kami perjuangkan adalah kebenaran,” tegas Arizki.

Kini, publik menanti kelanjutan penyidikan Polres Natuna. Akankah hukum benar-benar menjadi benteng bagi kebebasan pers, atau justru tunduk pada tekanan kekuasaan profesi tertentu?

Sementara dr DL hingga berita ini dipublis belum dapat dihubungi, (Sudirmanto)