LPKAPNEWS.COM, YOGYAKARTA – Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Susiknan Azhari, dalam tulisannya di media daring pada Selasa (13/05), menyoroti pentingnya konsep permulaan hari dalam Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT).

Konsep ini menjadi salah satu fondasi proyek peradaban untuk menyatukan kalender Islam di seluruh dunia, memungkinkan umat Islam melaksanakan ibadah-ibadah penting seperti Ramadan, Idulfitri, dan Iduladha secara serempak, mengacu pada prinsip wahdatul ummah (persatuan umat).

KHGT memperkenalkan pendekatan baru dalam menentukan permulaan hari berdasarkan “Titik Visibilitas Hilal Pertama”, yaitu wilayah paling awal di dunia yang memenuhi kriteria visibilitas hilal (ketinggian minimal 5 derajat dan elongasi 8 derajat). Pendekatan ini memanfaatkan fenomena astronomis global, seperti ijtimak (konjungsi bulan dan matahari), untuk menetapkan tanggal hijriah baru secara seragam di seluruh dunia.

Misalnya, jika ijtimak terjadi sebelum pukul 00.00 UTC dan visibilitas hilal terpenuhi di wilayah seperti New Zealand atau Amerika, maka keesokan harinya ditetapkan sebagai tanggal hijriah baru secara global. 

Sebagai contoh, buku Kalender Islam Global karya Sriyatin Shodiq dan Ainul Yaqin al-Falaky mencatat bahwa pada Syakban 1487 H/2064 M, visibilitas hilal pertama terjadi di Wellington, New Zealand, dengan ketinggian hilal 07°13’50” dan elongasi 08°18’49”. Pada Ramadan 1469 H/2046 M, visibilitas hilal pertama terjadi di Yogyakarta, Indonesia, dan pada Ramadan 1521 H/2097 M di Los Angeles, Amerika Serikat.

Pendekatan ini berbeda dengan konsep Neo-Visibilitas Hilal MABIMS yang hanya berlaku di wilayah terbatas, sedangkan KHGT mencakup dari New Zealand hingga Amerika.

Dalam praktiknya, KHGT memastikan umat Islam di seluruh dunia memiliki tanggal hijriah yang sama, meskipun waktu lokal berbeda. Misalnya, jika 1 Ramadan ditetapkan pada hari Sabtu berdasarkan visibilitas hilal di Samudera Pasifik Timur, seluruh dunia akan memulai 1 Ramadan pada hari itu, meskipun di Amerika Serikat masih hari Jumat sore secara lokal.

Pendekatan ini menekankan keseragaman dalam ibadah kolektif, sejalan dengan hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan at-Tirmidzi: “Puasa itu pada hari kamu semua berpuasa, dan Idulfitri pada hari kamu semua berbuka.”

Namun, KHGT tetap menghormati tradisi Islam bahwa pergantian hari untuk ibadah harian, seperti salat dan tarawih, dimulai saat matahari terbenam di waktu lokal. Dengan demikian, penentuan tanggal hijriah dalam KHGT bersifat administratif dan kolektif, bukan menggantikan waktu ibadah lokal.

Pendekatan ini mirip dengan kalender masehi yang digunakan secara global meskipun zona waktu berbeda.

Menurut Susiknan, KHGT bukan hanya soal astronomi atau hisab, tetapi juga ijtihad kolektif untuk  mewujudkan persaudaraan Islam global. Untuk mewujudkan visi ini, diperlukan sosialisasi luas, dialog antar ulama, dan kesepakatan lintas wilayah agar unifikasi kalender ini dapat diterima dan diimplementasikan secara harmonis., (S Mu.Or.Id)