LPKAPNEWS.COM, METRO – Sebagai seorang yang sangat sederhana, tawadhu dan egaliter, sosok Pak AR Fachruddin, Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 1968-1990 ini memiliki kisah perjalanan hidup yang unik dan tak jarang pula jenaka.

Hal itu diceritakan oleh Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Busyro Muqoddas pada Kamis (29/5) dalam acara Pembukaan Darul Arqom dan Stadium General yang diadakan PWM Lampung, di Universitas Muhammadiyah Metro.

Busyro memulai ceritanya. Suatu ketika, PP Muhammadiyah mengundang Buya Hamka ke Jogja di salah satu gedung di Kota Baru, Kota Yogyakarta. Sebelum memulai pidato, Buya Hamka menyapa Pak AR Fachruddin dengan sebutan Buya AR Fachruddin.

Panggilan tersebut dialamatkan ke Pak AR Fachruddin karena keilmuan Pak AR di bidang agama yang mendalam. Selain itu Pak AR juga terhitung berhasil dalam memimpin organisasi Islam terbesar yaitu Muhammadiyah dengan periode yang cukup lama. 

Buya Hamka selesai menyampaikan pidato. Kini giliran Pak AR yang naik mimbar menyampaikan pidato sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah. Sebelum memulai pidato, Pak AR merespon panggilan Buya Hamka untuk dirinya tadi.

“Buya Hamka, saya lajur akrab dipanggil Pak AR. Lalu kalau Buya Hamka memanggil saya Buya AR diikuti oleh masyarakat, masyarakat itu bingung,” kata Busyro mengikuti ucapan Pak AR waktu itu.

“Masyarakat sudah terbiasa bertahun-tahun dan itu tidak hanya Jogja saja, tapi juga di berbagai tempat. Kalau dipanggil Buya AR, memanggilnya terlalu cepat itu nanti Buyar, bukan Buya AR,” sambung Pak AR Fachruddin.

Busyro menambahkan, mendengar yang disampaikan oleh Pak AR itu, Buya Hamka tertawa dengan ditahan-tahan. Buya Hamka tertawa agak lama, dengan mulut ditutup tangan sehingga tidak terlihat giginya.

Ketika kejadian berlangsung Busyro Muqoddas masih menduduki jabatan di PP Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Menurut persaksian dari beberapa teman-teman IPM masa itu, karena kejadian itu Pak AR dinilai sebagai sosok yang tawadhu dan egaliter.

Busyro meyakini, sikap tawadhu dan egaliter sebagaimana yang melekat pada diri Pak AR juga dimiliki oleh pimpinan Muhammadiyah yang lain, baik di tingkat pusat, wilayah, daerah, cabang, sampai dengan pimpinan-pimpinan Muhammadiyah di ranting., (SM)