Yang Pernah Ditolak Pak AR FACHRUDIN

Bagian 01: Mobil Corolla DX Seri Terbaru
LPKAPNEWS.COM - Pak AR Fachruddin, Ketua PP Muhammadiyah yang konon punya kadar kesederhanaan hampir menyamai kadar oksigen di bumi: sangat melimpah, sangat penting, dan kadang bikin kita yang hidup di era flexing ini auto merasa kecil hati. Beliau ke mana-mana cuma pakai motor bebek merah. Itu pun motor pemberian. Motor hadiah, bukan motor hasil unboxing konten kerja sama.
Nah, pada suatu hari (di tahun 1980-an) datanglah perwakilan dari Toyota. Iya, Toyota yang itu. Perusahaan otomotif raksasa yang bagi mereka ngasih satu unit mobil itu ibarat kita ngasih hadiah gelas kepada tetangga yang baru pindah rumah: murah, cepat, dan berharap si tetangga jadi ikut-ikutan pakai produk kita.
Toyota hendak memberikan mobil baru kepada Pak AR. Bukan sekadar mobil, tapi Corolla DX keluaran terbaru. Mobil yang di zamannya mungkin sudah termasuk kategori “keren banget, Mas.” Dan tentu saja, kalau ketua umum organisasi besar macam Muhammadiyah pakai mobil Toyota, itu bukan cuma kehormatan, tapi promosi gratis. Branding level dewa.
Kalau tawaran kayak gitu mampir ke kita? Ah, jangan ditanya. Besar kemungkinan ½ detik setelah mendengar kata “mobil baru”, kita sudah siap tanda tangan sambil senyum-senyum menahan bangga.
Tapi kemudian, tibalah bagian yang bikin kita semua terdiam dan mendadak ingin evaluasi diri.
Bagaimana jawaban Pak AR?
Beliau menolak. Dengan halus. Dengan elegan. Dengan kerendahan hati yang kadar kemurniannya mungkin bisa bikin pabrikan air mineral ciut.
“Lha, nanti kalau saya bawa mobil, bagaimana saya bisa masuk-masuk gang kecil untuk menghadiri pengajian?” begitu kira-kira jawaban beliau. Pelan. Sederhana. Tidak menggurui. Tapi langsung bikin Toyota bengong, dan kita para manusia biasa tersudut di pojok sambil membawa dosa-dosa konsumtif masing-masing.
Dan begitu saja, mobil itu tidak jadi diterima. Tidak ada drama. Tidak ada negosiasi. Tidak ada unboxing.
Begitulah Pak AR. Kesederhanaannya bukan citra, bukan strategi personal branding, bukan pula “konten dakwah”. Itu gaya hidup. Konsistensi yang melekat dari awal sampai akhir hayat. Sebuah kesederhanaan yang justru membuat beliau terlihat semakin megah.
Allahummaghfirlahu warhamhu,
(Redaksi)