LPKAPNEWS.COM - Pembaharuan adalah kata yang sering kita
dengar setiap hari. Seorang pembaharu adalah subjek yang karena pemikiran dan
ilmunya berupaya memperbaiki pola pikir dan cara kerja.
Kita hidup di dunia yang tidak hampa; setiap ruang dan
waktu mengandung makna yang terus berubah. Karena itu, perubahan menjadi
keniscayaan yang tak bisa dihindari.
Ilmu pengetahuan hadir sebagai sumber utama pembaharuan.
Namun, ironi sering terjadi — apa yang dahulu dianggap sebagai pembaharuan,
kini bisa menjadi sampah kehidupan karena kehilangan relevansinya terhadap
ruang dan waktu.
Pembaharuan sejatinya adalah gerak berkelanjutan yang tak
pernah selesai oleh waktu. Ketika pembaharuan berhenti, maka kehidupan akan
tertatih-tatih, dilintasi dan ditinggalkan oleh zaman.
Sejarah telah memberikan pelajaran berharga. Dunia Barat
pernah padam ketika dogma digunakan untuk mencengkeram ilmu pengetahuan;
peradaban mereka tenggelam dalam kesunyian dan kejumudan.
Sebaliknya, dunia Islam pernah gemilang ketika ilmu yang
diwariskan Rasulullah menjadi cahaya yang menerangi peradaban. Namun ketika
ilmu berubah menjadi dogma, ketika ijtihad ditutup dengan syarat setengah dewa,
maka obor peradaban Islam pun meredup dan gelap.
Kini dunia Islam termarjinalkan, namun masih merasa
paling suci dan benar sebagai pewaris surga. Padahal, gagal menghadirkan
kebaikan di dunia sambil merasa pasti sukses di akhirat adalah paradoks besar
umat Islam hari ini.
Sudahkah Muhammadiyah Berkaca Diri?
Pertanyaan penting bagi kita semua: sudahkah Muhammadiyah
benar-benar berkaca diri dalam menjalankan misi pembaharuannya?
Perubahan di dunia hari ini tumbuh dan berlari begitu
cepat. Teknologi, ekonomi, dan tatanan sosial bergeser dalam hitungan waktu
yang singkat. Di tengah laju perubahan itu, terkadang Muhammadiyah masih
terlihat terlalu santai, belum cukup bergegas untuk menyiapkan langkah baru.
Kekhawatiran saya sederhana: jangan sampai Muhammadiyah
tertinggal, terseok-seok di belakang, sementara arus perubahan terus mengalir
deras membawa nilai-nilai baru yang belum tentu sejalan dengan ruh Islam
berkemajuan.
Ilmu pengetahuan berbasis riset dan development adalah
kunci untuk menjawab tantangan itu. Di tangan para cendekiawan dan akademisi
Muhammadiyah yang dituntun oleh akhlak mulia, riset bukan sekadar kegiatan
ilmiah, melainkan jalan untuk menuntun perubahan.
Muhammadiyah tidak cukup hanya menyesuaikan diri dengan
zaman, tetapi harus turun langsung menuntun peradaban — membimbing arah
perubahan agar tetap sejalan dengan nilai-nilai wahyu dan kemanusiaan.
Penutup Reflektif:
Pembaharuan sejati bukanlah perkara mengganti bentuk,
tetapi memperdalam makna. Selama ilmu pengetahuan, akhlak, dan semangat tajdid
tetap menyala dalam diri para kader dan cendekiawannya, Muhammadiyah akan terus
menjadi pelita di tengah perubahan yang tak pernah berhenti.
*) Penulis Fak Sosek FP UMM 1985
Pimpinan IMM PC Malang 1989
Terima kasih atas apresiasi dan catatan kritisnya, Mas
Doktor.
Tulisan ini memang dimaksudkan bukan untuk menegasikan
capaian Muhammadiyah, tetapi justru untuk menegaskan bahwa di balik
keberhasilan sistem dan ilmu yang telah berjalan, selalu ada tantangan baru
yang menuntut ruang pembaruan berkelanjutan.
Dalam pandangan saya, semangat berkemajuan Muhammadiyah
justru terletak pada kesediaannya untuk terus melakukan muhasabah dan tajdid
terhadap sistem yang ada, agar tidak berhenti menjadi rutinitas, tetapi tetap
menjadi gerak ilmu yang hidup dan menyala.
Maka setiap kendala atau celah yang ditemukan bukan
bentuk pesimisme, melainkan bagian dari tradisi keilmuan dan perbaikan yang
menjadi ruh Muhammadiyah itu sendiri.
Harapan saya para penggiat Muhammadiyah apakah yang ada
di ruang struktural maupun diruang terbuka dimana para penggembira Muhammadiyah
menyediakan waktu untuk menulis di ruang ruang Muhammadiyah memberikan gagasan
berkelanjutan sebagai continuitas intelektual yang hidup.
Muhammadiyah akan tegak dari generasi ke generasi bila
ruang intelektual yang hidup mengisi ruang ruang sosial kita.
(Redeaksi)
