Oleh : Amrizal, S.Si., M.Pd – Wakil Ketua MPKSDI PWM
Sumut / Dosen Unimed
LPKAPNEWS.COM - Muhammadiyah adalah rumah bagi siapa pun yang ingin hidup
bermakna. Ia tidak sekadar organisasi, melainkan gerakan tajdid—pembaruan,
pemurnian, dan pengabdian. Karena itu, menjadi kader Muhammadiyah tidak cukup
dimaknai sebagai sekedar hadir dalam rapat atau aktif di struktur. Ia menuntut
kesetiaan ruhani dan pengabdian tulus yang berpijak pada 17 komitmen utama.
Komitmen ini bukan slogan belaka, melainkan pedoman hidup, jalan panjang
perjuangan, sekaligus identitas kader sejati.
Ahmad Dahlan, sang pendiri, pernah mengingatkan bahwa
seorang kader hidup karena dakwah, bukan hidup dari dakwah.
Pesan singkat ini menjadi dasar bahwa kader Muhammadiyah harus senantiasa
meniatkan perjuangannya sebagai ibadah, bukan sarana mencari keuntungan
pribadi.
Mari kita renungkan sembilan komitmen yang menjadi
fondasi jati diri kader Muhammadiyah.
Niat Ikhlas Lillahi Ta’ala
Al-Qur’an menegaskan, “Maka sembahlah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya milik Allah agama yang ikhlas.” (QS.
Az-Zumar [39]: 2–3). Rasulullah pun menegaskan, “Sesungguhnya amal itu
bergantung pada niat…” (HR. al-Bukhārī & Muslim).
Segala amal bermula dari niat. Dalam Muhammadiyah,
mendirikan sekolah, mengajar di kelas, atau mengelola rumah sakit hanya
bernilai ibadah jika diniatkan semata-mata karena Allah. KH. AR Fachruddin
bahkan memberi perumpamaan indah: kader Muhammadiyah bagaikan pohon pisang.
Usai berbuah, ia rela mati. Tidak pernah berebut hidup dua kali, dan tidak
berebut tempat dengan anaknya. Simbol ketulusan tanpa pamrih.
Menjalankan Fungsi Ibadah dan Kekhalifahan
Firman Allah: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzāriyāt [51]: 56).
Ibadah bukan sekadar ritual, melainkan kerja nyata
membangun peradaban. Pendirian sekolah, rumah sakit, dan panti asuhan menjadi
tafsir konkret amanat kekhalifahan: menghadirkan rahmat bagi sesama. Jalan
dakwah Muhammadiyah selalu menyatukan langit dan bumi—sujud kepada Allah,
sekaligus pengabdian pada kemanusiaan.
Amal dan Jihad Fī Sabīlillāh
Allah mengingatkan: “Apakah kamu mengira akan masuk
surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu
dan sabar.” (QS. Āli ‘Imrān [3]: 142).
Jihad dalam Muhammadiyah tidak semata mengangkat senjata,
melainkan jihad ilmu, jihad sosial, dan jihad pendidikan. Prof. Haedar Nashir
menegaskan, Muhammadiyah adalah medan amal; kadernya bukan hanya pandai
berbicara, tetapi juga cakap bekerja. Jihad itu nyata: dari ruang kelas hingga
pelosok desa, menghadirkan pencerahan yang membebaskan manusia dari kebodohan
dan keterbelakangan.
Konsisten dalam Berkhidmat
Firman Allah: “Wahai orang-orang beriman, mengapa
kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?” (QS. Ash-Shaff [61]:
2).
Istiqamah adalah ujian kesetiaan. Khidmat sejati bukanlah
panggung pujian, tetapi pengabdian yang tetap berjalan meski tanpa sorakan.
Seorang kader yang istiqamah akan terus memberi manfaat, hingga amalnya
mengalir seperti mata air yang tak pernah kering.
Berpaham Agama sesuai Islam dalam Muhammadiyah
Al-Qur’an menegaskan: “Maka hadapkanlah wajahmu
dengan lurus kepada agama Allah; tetaplah atas fitrah Allah yang menciptakan
manusia.” (QS. Ar-Rūm [30]: 30).
Pemahaman Islam dalam Muhammadiyah berlandaskan tajdīd:
pemurnian akidah dari syirik, bid‘ah, dan khurafat, sekaligus menghadirkan
Islam yang rasional dan mencerahkan. Islam dalam Muhammadiyah adalah ajaran
yang memerdekakan, mencerdaskan, dan menuntun umat menuju peradaban
berkemajuan.
Berideologi Muhammadiyah
Firman Allah: “Sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, bagaikan
bangunan yang kokoh.” (QS. Ash-Shaff [61]: 4).
Ideologi Muhammadiyah bukan sekadar doktrin organisasi,
tetapi ruh perjuangan. Ia menyatukan niat, pikiran, dan langkah kader. Dengan
berideologi, seorang kader tidak mudah goyah, istiqamah dalam Islam
berkemajuan, dan menempatkan Persyarikatan sebagai jalan dakwah memuliakan
agama serta memajukan kehidupan.
Memperkokoh Sistem Gerakan
Al-Qur’an berpesan: “Hendaklah ada segolongan umat
yang menyeru pada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari
yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Āli ‘Imrān
[3]: 104).
Kekuatan Muhammadiyah terletak pada sistem, bukan figur.
Sistem yang disiplin dan modern memastikan gerakan ini tetap kokoh meski
kepemimpinan silih berganti. Karena itu, setiap kader dituntut taat aturan,
mematuhi keputusan, dan memperkuat manajemen organisasi.
Mengembangkan Wawasan
Allah berfirman: “Mereka yang mendengarkan perkataan
lalu mengikuti yang terbaik. Mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk.” (QS.
Az-Zumar [39]: 18).
Muhammadiyah adalah rumah ilmu. Kader dididik untuk
membaca, berdiskusi, menulis, dan berpikir terbuka. Luasnya wawasan adalah
syarat memimpin dan berdakwah dengan bijaksana. Dengan ilmu yang terus
diperbarui, kader Muhammadiyah mampu menghadirkan pencerahan sesuai tuntutan
zaman.
Taat Asas dan Keputusan Organisasi
Firman Allah: “Taatilah Allah, taatilah Rasul, dan
ulil amri di antara kamu.” (QS. An-Nisā’ [4]: 59).
Dalam Muhammadiyah, ketaatan bukanlah kehilangan
kebebasan, melainkan adab menjaga persatuan. Kader sejati tidak membangkang
saat kalah suara dan tidak berjalan sendiri meski berbeda pendapat. Keputusan
adalah buah musyawarah kolektif, dan ketaatan adalah penopang kokohnya
Persyarikatan.
Sembilan komitmen pertama ini menjadi fondasi yang
mengokohkan jati diri kader Muhammadiyah. Namun perjalanan belum selesai. Masih
ada delapan komitmen berikutnya yang berbicara tentang kemandirian,
kepemimpinan, keberanian, hingga keistiqamahan. Di sanalah wajah kader sejati
akan semakin jelas.
Bersambung….
