LPKAPNEWS, JAKARTA – Sekretaris Pimpinan Pusat (PP)
‘Aisyiyah, Diyah Puspitarini, mengungkapkan keprihatinan mendalam terkait
maraknya praktik judi online yang mengincar anak-anak.
Dalam acara Gerakan Subuh Mengaji pada Sabtu
(09/08), Diyah memaparkan fakta mengejutkan bahwa perjudian daring kini kerap
dikemas menyerupai permainan digital yang akrab di mata anak.
Menurutnya, judi online adalah bentuk taruhan menggunakan
uang secara daring, yang sering kali disamarkan menjadi permainan seperti
kasino virtual, taruhan olahraga, poker, dan lottery online.
“Banyak dikemas dengan tampilan penuh warna,
menyerupai game atau kuis berhadiah, dan dapat diakses lewat situs
web, aplikasi, maupun media sosial,” ujarnya.
Data dari Bareskrim Polri mencatat ribuan situs judi
online diakses setiap hari di Indonesia, termasuk oleh anak-anak. Survei Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan, anak-anak mengenal judi online
dari teman sebaya, iklan media sosial, hingga promosi influencer dan selebritas
yang menjadi brand ambassador.
Diyah menyoroti data Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) yang menunjukkan besarnya skala masalah ini. Pada
kelompok usia di bawah 11 tahun, tercatat 16.160 anak terlibat judi online
dengan 22 ribu transaksi senilai Rp3 miliar. Usia 11–16 tahun melibatkan 4.514
anak dengan 45 ribu transaksi senilai Rp7,9 miliar.
Sementara kelompok usia 17 tahun ke atas mencapai 191.380
anak, melakukan lebih dari 2,1 juta transaksi dengan nilai fantastis Rp282
miliar. Total seluruh transaksi dari anak-anak ini mencapai Rp293 miliar.
“Banyak anak tidak menyadari bahwa yang mereka mainkan
adalah judi online. Mereka mengira itu hanya game,” tegasnya.
Ia menjelaskan, faktor penyebabnya antara lain kemudahan
akses gawai tanpa pengawasan, literasi digital yang rendah, serta tampilan
permainan yang sangat menarik. Beberapa bentuk judi bahkan tersembunyi di
dalam game populer.
“Umur kelas 1 SD sudah dikasih gadget tanpa batasan.
Ditambah pengaruh teman, anak mudah terjerumus,” ungkapnya.
Dampaknya tidak main-main: ada anak yang sampai melukai
diri sendiri karena tidak diizinkan top up, mencuri, terjerat pinjaman online,
hingga berpotensi melakukan tindak kriminal. Diyah bahkan menyebut kasus anak
yang dirujuk ke rumah sakit di Jawa Barat akibat kecanduan judi online hingga
mengancam nyawa orang tuanya.
Sebagai upaya pencegahan, ia menekankan peran semua
pihak, orang tua, sekolah, masyarakat, dan negara, untuk meningkatkan
pengawasan dan edukasi digital. Sementara bagi anak yang sudah kecanduan,
pendekatan rehabilitasi menjadi langkah penting.
Terkait aspek hukum, praktik judi online diatur dalam
berbagai peraturan. KUHP Lama Pasal 303 melarang perjudian dengan ancaman
pidana hingga 10 tahun. KUHP Baru Pasal 426 jo. Pasal 79 ayat (1) melarang
menawarkan atau memberi kesempatan bermain judi. UU ITE Pasal 27 ayat (2) jo.
Pasal 45 ayat (3) melarang distribusi konten judi melalui media elektronik.
Sementara UU Perlindungan Anak tidak secara khusus
mengatur judi online, namun keterlibatan anak dalam aktivitas perjudian
dikategorikan sebagai bentuk eksploitasi dan kekerasan, dengan ancaman hukuman
yang lebih berat bagi pelaku.
Sumber, Muhammadiyah Or Id