LPKAPNEWS, YOGYAKARTA – Muhammadiyah diakui Sri
Sultan Hamengkubuwono X sebagai salah satu dari empat Pilar Keistimewaan Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY). Hal tersebut tentunya tak terlepas dari peran
sekaligus sejarah Muhammadiyah di Yogyakarta yang begitu besar di berbagai
bidang yang dimulai dari tiga titik wilayah di Yogyakarta atau yang lebih
dikenal dengan “Tiga K”: Kauman, Karangkajen, dan Kotagede.
Jejak sejarah dan dinamika dakwah Muhammadiyah sebelum
berkembang lebih jauh hingga menjangkau pelosok nusantara bahkan hingga ke
penjuru dunia dimulai dari tiga titik yang dulunya hanya sebatas wilayah
perkampungan saja hingga pada perkembangannya saat ini, kampung-kampung
tersebut telah berkembang menjadi kampung modern yang kaya akan nilai-nilai
sejarah dan kemuhammadiyahan.
Lantas, mengapa Muhammadiyah dapat berkembang dan memulai
sejarahnya dari ketiga kampung tersebut? Pada artikel ini akan diulas secara
mendalam tentang bagaimana ketiga kampung tersebut dapat menjadi titik awal
berdiri dan berkembangnya Muhammadiyah hingga ke penjuru dunia.
Kampung Kauman
Sebagai warga persyarikatan, tentu tidak asing dengan
nama kampung yang satu ini. Kampung Kauman yang mana dalam peran kebangsaannya
tercatat menjadi basis perlawanan terhadap penjajah baik secara ideologis
maupun fisik. Melalui kampung ini juga, salah satu organisasi masyarakat
terbesar di Indonesia “Muhammadiyah” didirikan.
Muhammadiyah sendiri didirikan oleh KH.Ahmad Dahlan di
Yogyakarta tepatnya di kampung Kauman ini dan beberapa putra asli Kauman yang
pernah dipercaya memimpin Muhammadiyah antara lain, KH. Ibrahim, Ki Bagus
Hadikusumo, KH. Ahmad Badawi, KH. M. Yunus Anis dan KH. Ahmad Azhar Basyir.
Sedangkan putri Kauman yang pernah memimpin ‘Aisyiyah antara lain: Siti Bariyah
selaku Ketua ‘Aisyiyah pertama, Siti Munjiyah, Siti Hayinah, Siti Badilah, Siti
Aisyah Hilal, Prof. Siti Baroroh Baried, dan Prof. Siti Chamamah Soeratno.
Dengan lahirnya Muhammadiyah yang berbasis di Kauman ini,
pola pikir umat Islam di Indonesia menjadi lebih terbuka dan moderat. Gerakan
modernisasi (tajdid) Muhammadiyah mendorong umat Islam dalam melakukan
pembaruan pemikiran untuk mencari solusi atas persoalan yang dihadapi umat
Islam dan bangsa Indonesia dengan merujuk pada Al Quran dan As Sunnah.
Termasuk sejak lahirnya Muhammadiyah oleh KH Dahlan pada
tahun 1912, kegiatan pendidikan, sosial, dan ekonomi dimulai dari kampung ini.
Dengan mengadopsi beberapa hal dari sekolah kolonial Belanda, sistem pendidikan
di Kauman juga tetap mempertahankan pengajaran agama islam sebagai kurikulum
utamanya.
Beberapa kegiatan perekonomian pada saat itu juga turut
berkembang di kampung ini seperti berkembangnya industri batik dan tekstil di
Kauman. Kauman dalam perkembangannya hingga saat ini kemudian menjadi salah
satu pionir sejarah Muhammadiyah yang begitu kental.
Sebagai informasi tambahan, saat ini menurut data yang
diperoleh dari BPS, Kampung Kauman memiliki luas wilayah sekitar 1 km yang mana
secara administratif kampung ini berada di wilayah kelurahan ngupasan,
kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta.
Kampung Karangkajen
Terletak di sebelah selatan Kota Yogyakarta tepatnya pada
wilayah Kelurahan Brontokusuman, Kecamatan Mergangsan, Nama Karangkajen
memiliki arti “Tempat Kehormatan” di mana kata “Karang” dalam bahasa jawa
menunjukkan arti pekarangan atau tanah yang luas, dan “Kajen” memiliki arti
haji, kaji, dan diajeni atau dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai “yang
dihormati”.
Karangkajen pernah menjadi salah satu pusat produksi
batik yang besar pada masanya, dan hampir di setiap rumah terdapat perusahaan
batik. Bahkan disebutkan para saudagar batik di Karangkajen masih
memiliki hubungan baik dengan Keraton yang dibuktikan dengan keberadaan
saudagar batik yang juga menjadi abdi dalem Keraton yang dianugerahi nama
kehormatan dari Keraton.
Belum diketahui secara pasti sejak kapan kampung ini
menjadi pusat Batik, begitupun siapa yang memulainya. Namun, jika berdasar pada
sejarah produksi batik keraton, ditemukan bahwa sosok lelaki asli Kauman yang
merupakan putra dari Haji Bilal Atmajoewana menikah dengan salah satu cucu
Sultan Hamengku Buwono VII yang bernama R.Ay Sunarti
Hadinegara yang kemudian mendirikan perusahaan di Karangkajen Yogyakarta. Pada
datanya di tahun 1927 diketahui saat itu di Kauman memiliki 26 perusahaan
batik, sedangkan di Karangkajen memiliki 14 perusahaan, begitupun yang ada di
Kota Gede.
Kedua, Karangkajen juga dikenal dengan kampung sempat
yang mana kampung ini menjadi pusat pergerakan dakwah Islam pada masanya sebab
banyaknya penduduk setempat yang menjadi muballigh dengan berbagai program
kerja dakwahnya.
Kampung Kotagede
Didirikan pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1912,
Muhammadiyah telah menjadi salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia
yang berpengaruh di tingkat nasional maupun internasional. Sejak awal
berdirinya di Yogyakarta, Muhammadiyah konsisten mengusung peran di bidang
pendidikan dan kesejahteraan sosial, tanpa terlibat dalam politik praktis pada
masa kolonial. Melalui pendirian sekolah, klinik, rumah sakit, panti asuhan,
dan berbagai amal usaha, Muhammadiyah menegaskan komitmennya untuk memajukan umat.
Salah satu wilayah yang turut tercatat sebagai jejak
perjalanan penting perkembangan Muhammadiyah adalah Kotagede, Yogyakarta.
Dikenal sebagai pusat perdagangan dan industri pribumi yang khas, Kotagede
sejak dahulu menjadi simpul ekonomi dan budaya yang melayani wilayah luas di
Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Pada pertengahan 1910-an, di Kotagede berdiri sebuah
perkumpulan keagamaan bernama Syarekatul Mubtadi. Organisasi ini dibentuk
oleh sejumlah tokoh Muslim setempat dengan tujuan meningkatkan pemahaman Islam
berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis. Pada tahun 1923, Syarekatul Mubtadi resmi
bergabung menjadi Cabang Muhammadiyah Kotagede, seiring dengan meluasnya
pengaruh Muhammadiyah dari Yogyakarta ke daerah-daerah lain di Jawa.
Sejak saat itu, Muhammadiyah Kotagede berkembang pesat.
Menurut catatan peneliti asal Jepang, Mitsuo Nakamura, pada tahun 1972 terdapat
ribuan warga dari sekitar 15.000 penduduk Kotagede yang menjadi anggota
Muhammadiyah. Pertumbuhan ini disertai kontribusi signifikan di tingkat
regional dan nasional. Banyak kader Muhammadiyah Kotagede menempati posisi
strategis di pemerintahan provinsi, kotamadya, hingga kelurahan di Yogyakarta.
Selain itu, sekolah-sekolah Muhammadiyah di berbagai
daerah, termasuk lembaga pendidikan Islam lainnya, banyak menerima tenaga
pengajar dari kalangan Muhammadiyah Kotagede. Dari sini, lahir generasi
profesional unggul — mulai dari dokter, insinyur, pengacara, dosen, hingga guru
besar — yang sebagian besar berasal dari keluarga Muhammadiyah.
Hingga kini, Cabang Muhammadiyah Kotagede dikenal sebagai
salah satu cabang paling aktif dan berpengaruh. Dengan sejarah panjang lebih
dari satu abad, cabang ini terus memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan umat
dan bangsa, serta menjadi sumber dukungan strategis bagi Persyarikatan di
berbagai lini.
Sumber, Muhammadiyah Or Id