LPKAPNEWS - Tak jarang kita kerap mendengar celetukan
dari teman, kerabat, bahkan orang asing yang suka membandingkan tentang posisi
seseorang yaitu antara menjadi seorang perintis dan seorang pewaris.
Misalkan, tak jarang kita mendengar ada yang beranggapan
bahwa seorang perintis lebih keren karena membangun dan memulai segalanya dari
nol. Tak jarang juga kita mendengar hal sebaliknya, dimana seorang pewaris
lebih beruntung karena hanya melanjutkan apa yang dimiliki oleh keluarganya.
Penilaian semacam ini sejatinya terlalu menyederhanakan
realitas. Lantas, siapakah yang lebih utama? di sinilah pentingnya kita
bergeser dari sudut pandang status menuju sudut pandang nilai.
Bahwa yang menentukan kualitas hidup seseorang bukanlah
dari mana ia memulai, tapi bagaimana ia menjalaninya, dan terutama, untuk apa
ia menjalaninya. Kita tidak diminta untuk bangga hanya karena menjadi pewaris
atau terobsesi menjadi perintis. Yang ditanya kelak adalah: apakah kita
menjalaninya dengan takwa dan usaha?
Di dalam Al Quran telah dijelaskan secara lebih mendalam
bahwa Allah SWT menciptakan manusia dalam keadaan dan latar belakang yang
berbeda-beda.
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى
وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ
اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha teliti.”
Ayat ini memaparkan tentang bagaimana Allah menciptakan
manusia dengan kondisi dan latar belakang yang berbeda. Namun yang menjadi poin
penting di sini adalah tentang ketakwaan di mana orang yang paling mulia
disisinya adalah orang yang bertakwa.
Ketakwaan bukan hanya bekal spiritual, namun juga menjadi
pelita dalam menghadapi berbagai ujian kehidupan. Dengan takwa, seseorang akan
lebih mudah mendapatkan jalan keluar dari persoalan, menjalani hidup yang baik
(hayah thayyibah), dan bahkan kerap kali mendapat rezeki-rezeki yang tak
terduga arahnya.
Kemudian yang kedua, ditegaskan juga pada H.R. Bukhari
yang bunyinya:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ
وَلَكِـنْ يَنْظُرُ إِلَى قُــــلُوبِكُمْ وَأَعْمَــالِكُمْ
“Allah tidak memerhatikan penampilan dan harta kalian,
tetapi Allah memerhatikan pada hati dan perbuatan kalian.”
Maka, alih-alih membandingkan posisi seorang perintis
ataupun pewaris, alangkah lebih bijak jika kita bisa lebih menghargai apa yang
sedang diperjuangkan masing-masing. Sebab, baik perintis maupun pewaris,
keduanya sedang menjalani amanah dan ujian kehidupan yang berbeda, namun
memiliki peluang yang sama untuk bertakwa dan menjadi pribadi yang mulia di
sisi Allah, bertanggung jawab atas perannya, jujur dalam pekerjaannya, dan adil
terhadap orang lain.
Dan pada akhirnya, hidup bukan tentang dari mana kita
memulai, melainkan tentang bagaimana kita melangkah dan untuk apa kita
menjalani hidup ini. Ketakwaan dan usaha adalah kunci yang akan menentukan arah
dan kualitas hidup seseorang lebih dari sekadar status sebagai perintis ataupun
pewaris.
(Redaksi)