Mensyukuri Nikmat Allah yang Sering Terlupa

LPKAPNEWS, YOGYAKARTA – Dalam acara Kajian Ahad Pagi pada Ahad (24/08) di Masjid Islamic Center, Yusuf Hanafiah mengajak jamaah untuk mensyukuri nikmat Allah yang sering terlupa, yaitu nikmat sehat, hidup, waktu luang, dan yang terpenting, nikmat iman.

Anggota Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta ini mengingatkan pentingnya bersyukur atas karunia Allah yang tak terhitung jumlahnya.

Yusuf memulai kajian dengan menyoroti nikmat sehat yang sering diabaikan.

“Alhamdulillah, Bapak-Ibu yang hadir di sini pasti dalam keadaan sehat, baik jasmani maupun rohani. Tapi zaman sekarang, sehat itu bukan cuma jasmani, ada juga kesehatan mental dan kesehatan dompet,” ujarnya disambut tawa jamaah.

Ia mengingatkan bahwa nikmat sehat baru terasa mahal saat seseorang jatuh sakit, sehingga harus disyukuri setiap saat.

Selain itu, Yusuf juga menekankan nikmat umur panjang. Dengan nada penuh semangat, ia bertanya kepada jamaah tentang usia tertua di antara mereka.

“Ada yang usianya 83 tahun, MasyaAllah, ini bonus usia dari Allah. Bahkan Nabi Muhammad SAW wafat di usia 63 tahun, artinya Bapak-Ibu sudah mendapat nikmat luar biasa,” katanya.

Ia mengingatkan bahwa kematian bisa datang kapan saja tanpa memandang usia, sebagaimana kisah nyata yang ia sampaikan tentang seorang pemuda berusia 20-an yang tiba-tiba meninggal saat memancing di bantaran Kali Code.

“Rokoknya jatuh, tiba-tiba MasyaAllah, meninggal seketika. Ini bukti kematian tak kenal usia,” tuturnya, seraya mengklarifikasi dengan humor bahwa yang mati bukan rokoknya, melainkan orangnya.

Nikmat waktu luang juga menjadi sorotan. Yusuf menyatakan bahwa tidak semua orang yang punya waktu luang mampu memanfaatkannya untuk kebaikan, seperti menghadiri majelis ilmu.

“Banyak yang bilang ‘saya nggak punya waktu’, padahal sebenarnya punya waktu, tapi hati mereka tidak tergerak untuk ke majelis ilmu. Bapak-Ibu yang hadir di sini patut bersyukur karena Allah masih memberikan kesempatan,” ungkapnya.

Nikmat Iman

Puncak kajian adalah pengingat tentang nikmat iman, yang disebut Yusuf sebagai nikmat terbesar namun sering terlupakan karena sifatnya non-material.

“Orang mengadakan tasyakuran untuk rumah baru, mobil baru, wisuda, atau kelahiran, tapi pernahkah ada yang tasyakuran untuk nikmat iman? Padahal ini nikmat paling tinggi,” tegasnya.

Ia menjelaskan bahwa iman tidak bisa dilihat atau dihitung seperti harta, namun nilainya jauh lebih besar karena hanya diberikan kepada orang-orang terpilih.

Mengutip Surah Al-Qasas ayat 56, Yusuf menceritakan kisah Abu Thalib, paman Nabi Muhammad SAW, yang meskipun sangat mencintai dan melindungi Nabi, tidak mendapatkan hidayah iman hingga akhir hayatnya.

“Bahkan Nabi saja tidak bisa memberikan petunjuk iman kepada orang yang dicintainya jika Allah tidak menghendaki. Ini menunjukkan betapa istimewanya nikmat iman,” jelasnya.

Ia juga menyebutkan bahwa siksa neraka paling ringan, yang dialami Abu Thalib, tetap mengerikan, dengan sandal yang membuat otak mendidih saat dipakai.

Cara Bersyukur atas Nikmat Iman

Yusuf menjelaskan bahwa bersyukur atas nikmat iman tidak harus dengan tasyakuran besar, melainkan melalui tiga cara sebagaimana disampaikan Ibnu Taimiyah: dengan hati, lisan, dan perbuatan.

“Dengan hati, kita meyakini semua nikmat dari Allah. Dengan lisan, kita ucapkan alhamdulillah. Dengan perbuatan, kita gunakan nikmat itu untuk kebaikan, seperti menjalankan ibadah wajib dan sunnah,” paparnya.

Ia menegaskan bahwa ketaatan, seperti menjaga salat lima waktu, puasa, dan sedekah, adalah wujud syukur yang menjaga dan meningkatkan iman.

Sebaliknya, ia memperingatkan bahwa iman bisa turun jika seseorang banyak berbuat maksiat. “Iman itu seperti grafik, bisa naik dan turun. Kuncinya adalah memperbanyak ketaatan agar iman terus terjaga dan meningkat,” ujarnya.

Ia juga mengutip Surah Ibrahim ayat 7, yang menjanjikan bahwa Allah akan menambah nikmat bagi mereka yang bersyukur, namun mengancam azab pedih bagi yang kufur.

Untuk memberikan gambaran betapa banyaknya nikmat Allah, Yusuf mengajak jamaah melakukan praktik sederhana: menghitung tarikan napas selama satu menit.

“Bayangkan kalau satu tarikan napas dikenai tarif Rp 1. Dalam satu menit, rata-rata kita bernapas 25 kali. Dalam sehari, tarifnya jadi Rp 36.000. Kalau dihitung untuk usia 83 tahun, tagihan napasnya mencapai Rp 1,09 miliar! Itu baru napas, belum nikmat lainnya,” ungkapnya.

Ia menegaskan bahwa Allah memberikan semua nikmat ini secara gratis, sebagaimana firman-Nya dalam Surah An-Nahl ayat 18, bahwa nikmat Allah tak akan pernah bisa dihitung.

Yusuf berharap pesan kajian dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga iman terus terjaga dan membawa keberkahan. “Mudah-mudahan kita semua mendapat syafaat Rasulullah SAW di hari akhir. Mari kita syukuri nikmat iman dengan ketaatan,” pungkasnya.

Sumber, Muhammadiyah Or Id