Menghidupkan Kembali Ranting, Cabang dan Masjid Muhammadiyah: Tantangan Nyata di Akar Gerakan

LPKAPNEWS - Menyambut Pertemuan LPCRPM Regional Sumatera Bagian Utara. Pertemuan LPCRPM se-Sumatera bagian utara (Aceh, Sumut, Sumbar, dan Riau) yang akan digelar pada tanggal 29-31 Agustus 2025 di Riau, ini bukan sekadar ajang temu silaturahmi. Ini adalah momentum strategis untuk membuka mata dan menyusun langkah atas realitas yang kita hadapi di bawah : melemahnya Cabang dan Ranting Muhammadiyah, serta
pasifnya peran Masjid Muhammadiyah dalam memakmurkan umat. Realita semacam ini tentu tidaklah mengecilkan tema besar yang diangkat oleh LPCRPM, yaitu “Digital kuat, Cabang, Ranting, Masjid Hebat”. Program-program LPCRPM paling tidak selama tiga periode kepemimpinan ini sudah menunjukkan hasil yang luar biasa, namun tidak menutup kemungkinan masih terdapat Cabang, Ranting dan Masjid Muhammadiyah diberbagai daerah belum tersentuh dengan program LPCRPM tersebut. Boleh jadi karena informasi yang tidak tersambung den mungkin juga disebabkan oleh faktor yang lain.

Sebagaimana kita ketahui bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid gerakannya bukan hanya soal pendirian rumah sakit dan universitas, tetapi dimulai dari denyut kehidupan di Ranting dan Masjid. Jika yang di bawah melemah, maka pondasi gerakan bisa keropos. Berapa banyak Rantng tinggal nama atau plang merek, masjid diisi oleh jama’ah yang bukan dari Persyarikatan, tetapi dihidupkan oleh sekelompok jama’ah yang berbeda dengan gerakan Muhammadiyah (jama’ah salafi). Berapa banyak pula cabang yang tidak lagi memenuhi persyaratan untuk berdiri sebagai sebuh cabang, misalnya karena Rantingnya sudah banyak yang mati suri, atau mungkin cabangnya sendiri yang sudah tidak bergairah, kehilangan ruh dan
semangatnya. Dan berbagai alas an atau argument yang sebenarnya tidak harus terjadi. LPCRPM di banyak tempat menghadapi fenomena yang serupa:
· Cabang dan Ranting tak punya program berjalan.
· Pengajian vakum, remaja tak peduli, kader muda tak nampak.
· Masjid Muhammadiyah sunyi dari kegiatan dakwah.
· Pengurus PRM hanya aktif di awal pemilihan, lalu menghilang seperti sinyal di pedalaman.

Sementara itu, masjid-masjid lain yang menyadari fungsi Masjid sebagaimana spirit dakwah Rasulullah SAW dengan tidak menggunakan logo Muhammadiyah semakin ramai dengan kegiatan: mulai dari tahsin, tahfidz, parenting Islami, sampai kajian Sabtu malam anti gabut, seperti Masjid Jogokariyan di Yogyakarta dan sejumlah Masjid diberbagai daerah dengan gaya dan kegiatan yang serupa. Dan fenomena seperti ini terlihat justru mempunyai magnet yang luar biasa menarik generasi muda Islam bila dibanding sekian banyak Masjid berlogo Muhammadiyah, yang sebahagiannya hanya sekedar punya kegiatan rutin shalat berjama’ah lima waktu shalat, dengan jumlah jama’ah hanya 1 sampai 2 shaf saja, bahkan kalau waktu subuh hanya ½ shaf. Dan sebagai ciri yang spesifik untuk masjid-masjid Muhammadiyah di berbagai daerah punya identitas khas, yaitu Masjid Taqwa Muhammadiyah, namun kosakata “Taqwa” itu hanya tinggal nama, tidak terlihat dari fungsi masjid yang sesungguhnya.

Disisi lain, LPCRPM Pusat melalui program-programnya telah berkesimpulan bahwa untuk mengembangkan Cabang dan Ranting serta pembinaan Masjid Muhammadiyah ada lima pilar pentng yang harus dikerjakan : konsolidasi organisasi, dinamisasi gerakan, percepatan akselerasi program, kolaborasi lintas lembaga serta digitalisasi sistem informasi. Dengan program tersebut maka LPCRPM pusat mempunyai target yaitu “Digital kuat, Ranting Hebat”.

Dengan selalu berinovasi akan membuat Persyarikatan ini menjadi lebih maju dan berkemajuan. Nah yang menjadi permasalahan, semua bentuk program yang digagas dan disosialisasikan tersebut realitanya belum merata diketahui dan dijalankan oleh Pimpinan Persyarikatan dilevel Cabang dan Ranting, sehingga terkesan dalam aplikasinya berjalan lambat. Artinya, digitalisasi dan sistem informasinya perlu diakukan evaluasi yang lebih serius, sehingga program yang luar biasa ini tidak seperti menara gading, indah dan bagus dipandang tetapi dilevel akar rumput tidak banyak yang mengetahuinya. Disamping itu persoalan-persoalan klasik yang belum tuntas masih menyelimuti beberapa cabang dan ranting kita.

Akar Masalah yang Perlu Kita Bedah

1. Regenerasi Kader: Jalan Buntu di Banyak PRM Hanya sedikit PRM yang mampu melahirkan kader baru. Anak-anak muda lebih tertarik ikut komunitas luar yang lebih “fresh”, “kekinian”, dan punya ruang ekspresi. PRM kadang seperti klub eksklusif: pengurus itu-itu saja, dan cenderung tidak aktif serta tidak punya kreativitas. Sejak berdirinya Muhammadiyah didaerah tersebut, kepenguusannya selalu dipegang oleh satu keluarga saja atau beberapa keluarga dan itu berlangsung secara turun temurun, maksudnya tidak ada pengembangan dan perluasan paham Muhammadiyah
ditempat tersebut. Dan tragisnya, ketika generasi dari keluarga-keluarga tersebut terputus, atau habis, maka Muhammadiyah didaerah tersebut juga terancam punah. “Barangsiapa yang tidak menambah (jumlah orang) dalam barisan dakwahnya, berarti dia sedang menguranginya.” (Kaidah Gerakan Dakwah).

Dan fenomena seperti ini akan menimbulkan sebuah kenyataan pahit, dimana Rantingnya masih tetap terdaftar di Pusat, Wilayah dan Daerah, namun realitasnya dilapangan Ranting tersebut sudah tidak ada. Jangankan untuk merefreshing kepengurusan Ranting, warga dan simpatisan Muhammadiyah saja sudah tidak ada ditempat itu, tak obahnya seperti Spanyol di masa lalu, yang semula menjadi pusat peradaban Islam, tetapi akhirnya berubah 100 % menjadi Negara Kristen.

2. Masjid Muhammadiyah Bukan lagi Pusat Pergerakan Umat : Masjid Muhammadiyah sering tidak punya tuan rumah. Tak ada takmir Masjid yang aktif. Jadwal pengajian tidak ada. Bahkan kegiatan shalat Idul Fitri atau Idul Adha kadang di-outsourcing-kan. Padahal masjid adalah markas utama dakwah. Jika Masjid kosong, maka hampalah semua ruh gerakan Persyarikatan ini.

ÙˆَØ£َÙ‚ِÙ…ِ ٱلصَّÙ„َÙˆٰØ©َ Ù„ِذِÙƒْرِÙ‰ٓ

“Dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku.” (QS. Thaha: 14)

Fungsi Masjid yang sesungguhnya bukan hanya tempat shalat, masjid juga menjadi pusat pendidikan, musyawarah, penyantunan, dan dakwah menyeluruh. Inilah yang hilang pada sebahagian Masjid-Masjid Muhammadiyah, bahkan yang semestinya Masjid sebagai tempat berkumpulnya anak-anak muda, justru realitanya masjid Muhammadiyah lebih sering pintunya dikunci dan hanya dibuka pada waktu-waktu shalat. Dizaman K.H.Ahmad Dahlan, Masjid dijadikan sebagai pusat aktivitas. Bagi anak-anak muda dikala itu masjd sebagai pusat segala kegiatan, mulai dari tempat ibadah, tempat menimba ilmu, dan juga digunakan sebagai tempat pembinaan kepanduan serta kegiatan-kegiatan yang menginspirasi kelompok anak muda. Dan spirit itulah yang sudah banyak hilang di Masjid-Masjid Muhammadiyah hari ini, terutama yang ada didesa-desa.

3. LPCRPM Belum dianggap Penting : Lembaga ini seharusnya menjadi motor gerakan basis, tapi justru kadang dianggap pelengkap. Tanpa dukungan penuh dari Pimpinan Cabang/ Daerah/Wilayah, LPCRPM ibarat mobil tanpa bensin. Dan dikatakan sebagai pelengkap, karena banyak struktur Pimpinan baik ditingkat Daerah, Cabang LPCRPM ini ditiadakan, bisa jadi karena tidak ada personil yang akan mengisi jabatan tersebut dan boleh jadi karena dipandang kurang penting. Padahal untuk menghidupkan dan membuat Masjid lebih berfungsi tidak cukup hanya dengan kerja Majlis Tabligh, namun kehadiran Lembaga ini sangat dibutuhkan.Pemberdayaan Masjid, dan bahkan untuk mewujudkan Masjid Unggul seperti program LPCRPM saat ini tidak akan bisa direalisasikan jika Lembaga ini tidak eksis sama sekali.

4. AUM dan Masjid Jalan Sendiri-sendiri : Sekolah-Sekolah Muhammadiyah tidak bersinergi dengan masjid PRM setempat. Tidak ada kolaborasi antara guru dan takmir. Tidak ada pengajian bersama, tidak ada pembinaan siswa berbasis masjid. Padahal di sinilah aset umat itu berkumpul. Amal Usaha Pendidikan berjalan dengan programnya sendiri, sementara Pimpinan Ranting baru sekedar memenuhi persyaratan untuk bisa mendirikan sebuh Ranting, yaitu memiliki Tempat beribadah berupa Masjid/musholla. Apalagi saat ini diberbagai Daerah, Wilayah, Amal Usaha sudah memiliki
Masjid sendiri, yang pengelolaannya tidak melibatkan struktur Pimpinan setempat, tetapi lebih cenderung dikelola oleh badan Ta’mir Masjid sendiri yang merupakan bagian dari keputusan dan kebijakan Pimpinan Amal Usaha. Dan realita yang semacam ini justru membuat jurang yang dalam dimana pihak kepemimpinan di Ranting atau Cabang tidak bersinergi dan berkolaborasi dengan pihak Pimpinan Amal Usaha.

Jika dibiarkan keadaan dan fenomena seperti ini, akibatnya adalah :
· Generasi muda tak mengenal Muhammadiyah lagi secara utuh.
· Masjid Muhammadiyah hanya ada terlihat pada “ plang merek”, hanya menyebutkan namanya saja bahwa Masjid tersebut milik Muhammadiyah.
· Ranting tinggal struktur, bukan gerakan. Atau yang lebih parah tidak punya struktur sama sekali. Jangkauan dakwah Muhammadiyah Cabang tidak sampai ke Ranting.
· Warga Muhammadiyah jadi penonton di tengah euforia gerakan lain yang nota bene tidak berlogo Muhammadiyah.
5. Organisasi di tingkat Ranting masih jauh dari gerakan modernisasi.

Realitas dilapangan seringkali bertolak belakang dengan statemen bahwa Muhammadiyah itu adalah sebuah organisasi modern yang administrasi dan manajemennya tertata sangat baik. Jika kita telusuri lebih jauh tentang eksistensi beberapa Ranting, justru banyak yang menyedihkan. Apalagi kondisi pengelolaan administrasinya. Bisa di lakukan penelitian kebebarapa Ranting, sudah berapa banyak Surat-Surat Organisasi yang dikelola oleh
Pimpinan Ranting secara profesional ? (Baik Surat Masuk ataupun surat keluar). Pengeolaan adminstrasi keuangannya, sudahkah iyuran anggota dikutip dan dibukukan secara tertib atau mungkin tidak ada sama sekali pengelolaan keuangan Ranting ? Yang banyak terlihat hanyalah pengelolaan kas masjid, bukan kas Ranting. Apakah pengelolaan data base keanggotaan di Ranting itu sudah tertata baik atau belum ? Berapa jumlah anggota
Ranting,baik yang sudah punya Nomor Baku atau yang belum, berapa yang masih aktf, berapa yang sudah meninggal, apa saja bentuk profesi anggota di Ranting, dan berapa banyak anggota yang tidak aktif lagi membayar iyuran anggota, dan sebagainya.

Dengan kondisi semacam itu, maka sistem digitalisasi kuat yang akan direalisasikan dijajaran kepemimpinan, khususnya ditingkat Cabang dan Ranting akan menjadi persoalan mendesak dan sangat urgen.

Solusi dan Arah Strategis: Mari Kita Bangkit Bersama
1. Revitalisasi Masjid Sebagai Pusat Dakwah
· Aktifkan takmir dengan semangat kader.
· Adakan kajian rutin, kolaborasi dengan ortom dan AUM.
· Aktifkan remaja masjid dan kegiatan sosial-kreatif.
· Ciptakan program-program yang inovatif dan punya magnet yang luar biasa untuk generasi muda Islam khususnya.

2. Gairahkan Ranting dan Cabang
· Dorong setiap PRM punya program-program tahunan yang konsisten.
· Adakan pelatihan pengurus PRM berbasis tantangan lokal.
· Hidupkan pengajian warga Muhammadiyah kuat dan istiqamah, bukan hanya melihatkan semarak pakaian "seragam" batik Persyarikatan atau peci berlogo Persyarikatan..
· Jika Ranting hanya tinggal nama, lebih baik dievaluasi keberadaan Cabangnya, jika perlu Cabang tersebut dijadikan sebagai Ranting saja dan bercabang kepada cabang terdekat yang aktif dan eksis, Atau bisa jadi dilakukan merger beberapa ranting menjadi satu ranting, tetapi yang relative aktif dan berdaya.

3. Jadikan LPCRPM sebagai Garda Terdepan Gerakan Basis
· Perlu ada tim cepat LPCRPM yang bisa turun ke PRM “mati suri”.
· Susun modul dakwah basis: cepat, murah, relevan.
· Bangun jejaring best practice antar PRM/Cabang.
· Sosialisasikan secara terpadu program Digital kuat, Ranting hebat berkolaborasi dengan seluruh kekuatan yang ada di tingkat Pimpinan Cabang dan Daerah, termasuk dengan Amal Usaha-Amal Usaha.

4. Sinergi Masjid – AUM – Ortom – PRM
· Masjid bukan saingan AUM, tapi rumah besarnya.
· IPM, IMM, Tapak Suci, NA, HW harus punya panggung di masjid.
· Guru Muhammadiyah dilibatkan dalam kegiatan PRM.
· Sosialisasikan kepengerusan Ortom harus punya komitmen yang jelas dan kuat untuk menghidupkan masjid, tidak hanya sekedar berpakaian seragam ortom atau pake jas ortom ketika ada kegiatan-kegiatan, sementara dimasjid tak pernah kelihatan.

Penutup: LPCRPM Adalah Harapan Terakhir Gerakan Akar Rumput. Pertemuan Regional ini bukan hanya seremoni. Ini adalah lonceng peringatan. Jika kita tidak mulai dari sekarang, maka kita akan kehilangan masa depan Muhammadiyah.
LPCRPM adalah ujung tombak untuk menghidupkan:
· Masjid jadi pusat dakwah dan solusi umat.
· Ranting jadi barisan kader dan pelayanan sosial.
· Cabang jadi motor pembinaan masyarakat.
· Administrasi dan sistem informasi di Cabang dan Ranting ditopang dengan dgitalisasi kuat

Ø¥ِÙ†َّ Ø£َØ­َبَّ الأَعْÙ…َالِ Ø¥ِÙ„َÙ‰ اللَّÙ‡ِ Ø£َدْÙˆَÙ…ُÙ‡َا ÙˆَØ¥ِÙ†ْ Ù‚َÙ„َّ

“Amal yang paling dicintai Allah adalah yang terus menerus meskipun sedikit.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kita mulai dari yang kecil, dari masjid di kampung kita, dari pengajian pekanan yang sederhana. Tapi jangan berhenti. Karena dakwah tak boleh padam. Gerakan tak boleh tidur. Muhammadiyah tidak hanya terlihat besar di Wilayah dan Pusat, tetapi mengakar di gerakan Ranting dan Cabang, dan gerakan Dakwah Islam Amar Ma’ruf Nahi Mungkar itu terealisasi di Masjid-Masjid Taqwa Muhammadiyah. Muhammadiyah tidak hanya bagaikan Menara Gading, di Pusat dan Wilayah terlihat kuat, megah, spektakuler, elite dan berkemajuan, sementara ditingkat cabang dan ranting banyak yang sudah mati suri bahkan hanya tinggal kenangan, bahwa dimasa lalu pernah ada Muhammadiyah disitu.

Nah, pertemuan Regional yang digagas oleh LPCRPM Pusat merupakan langkah kongkrit untuk membangun komitmen bersama, agar kedepan kita bisa menjadikan LPCRPM ini sebagai garda terdepan gerakan Muhammadiyah disamping Majlis-Majlis yang lain dengan program-programnya yang mengakar dikalangan warga Persyarikatan. LPCRPM tidak lagi sebagai struktur pelengkap di daerah dan cabang, tetapi motor penggerak yang akan menarik gerbong persyarikatan ini kearah gerakan yang maju dan berkemajuan. Wallahu a’lam.

Sumber, Talkisman Tanjung – Wk. Ketua PDM Mandailing Natal