LPKAPNEWS, TANJUNG PINANG.– Dialog terbuka antara Gerakan Bersama (Geber) dengan pihak Bea Cukai (BC) Kota Tanjungpinang terkait maraknya peredaran rokok ilegal atau non cukai berlangsung panas.
Pertemuan yang digelar di ruang kantor Bea Cukai Tanjungpinang itu awalnya berjalan tenang, namun memanas ketika salah seorang peserta menilai aparat Bea Cukai “tidur” dalam menjalankan pengawasan.
“Kalau benar bapak-bapak Bea Cukai ini kerja, kenapa rokok-rokok ilegal masih banyak bahkan semakin menjamur? Tidak usah jauh-jauh, di warung sekitar kantor Bea Cukai ini saja ada rokok non cukai. Jadi apakah Bea Cukai ini kerja atau tidur atau duduk manis di kantor?” tegas Ogi, warga yang hadir dalam dialog tersebut dengan suara lantang.
Pernyataan Ogi sontak. Suasana sempat tegang ketika teriakan “betul… betul…” menggema di ruangan.
Menanggapi tudingan itu, Kepala Bea Cukai Tanjungpinang, Joko Pri Sukmono, memilih tidak berdebat panjang. “Bapak dari pagi nggak? Karena itu sudah saya jawab tadi, jadi tidak perlu saya jawab lagi. Tolong direkam, tidak perlu saya jawab lagi karena saya juga tidak mau ini hanya omon-omon. Terima kasih,” ujarnya singkat.
Situasi kembali memanas ketika sejumlah warga dan awak media yang hadir meminta nomor kontak Kepala Bea Cukai untuk memantau tindak lanjut penindakan rokok ilegal.
Permintaan itu ditolak. “Bapak ini pejabat publik tapi tak mau memberikan nomor kontaknya. Padahal nomor Kapolda saja bisa diminta karena beliau pejabat publik,” kritik salah satu jurnalis yang hadir.
Peserta dialog juga menyinggung bahwa peredaran rokok ilegal bukan hanya merugikan negara dari sisi penerimaan cukai, tapi juga memunculkan kekhawatiran lain. “Siapa yang menjamin rokok-rokok ilegal itu aman? Jangan-jangan ada campuran zat berbahaya. Kalau rokok legal seperti Marlboro harganya di atas Rp 50 ribu, sementara rokok ilegal merk Revo bisa dijual murah, ini kan mencurigakan,” ungkap salah satu warga.
Sejumlah pengamat menilai dialog ini menggambarkan krisis kepercayaan publik terhadap pengawasan Bea Cukai. Menurut pengamat kebijakan publik,
Dr. Haris Santoso, maraknya rokok ilegal adalah bukti lemahnya penegakan hukum dan minimnya transparansi. “Jika aparat hanya menindak sesaat tanpa strategi pencegahan jangka panjang, maka produsen akan dengan mudah memunculkan merek baru. Efek jera tidak akan pernah tercipta,” ujarnya.
Sementara itu, perlunya integrasi data dan pengawasan berbasis teknologi. “Tanpa sistem kontrol ketat, peredaran rokok ilegal akan selalu satu langkah di depan aparat. Bea Cukai harus terbuka soal data penindakan agar masyarakat melihat keseriusan mereka,” tegasnya.
Para analis juga menyoroti dampak ekonomi yang luas. Peredaran rokok ilegal bukan hanya menggerus penerimaan negara dari cukai, tapi juga merusak persaingan usaha yang sehat. “Produsen rokok legal yang patuh aturan akan dirugikan karena pasar dibanjiri produk ilegal murah. Ini ancaman serius bagi iklim investasi di sektor tembakau,” tambah peserta lainnya.
Dialog yang semula diharapkan menghasilkan solusi justru meninggalkan tanda tanya besar tentang keseriusan aparat menutup celah distribusi rokok ilegal.
Publik kini menunggu langkah konkret Bea Cukai Tanjungpinang, apakah benar-benar akan bertindak tegas atau sekadar meredam kemarahan aliansi gerakan bersama Kepri yang mewakili suara masyarakat yang merasa dirugikan dengan beredarnya rokok non Cukai tersebut.
Sumber, Mardy