LPKPANEWS, YOGYAKARTA – Zakat dan sedekah sering kali
disebut dalam satu nafas sebagai bentuk kepedulian sosial dalam Islam. Keduanya
memang sama-sama lahir dari semangat berbagi dan memberi. Namun, jika
ditelusuri lebih dalam, zakat dan sedekah memiliki perbedaan yang mendasar,
baik dari segi hukum, objek, maupun tujuannya.
Untuk memahami esensi keduanya, mari kita telaah perbedaan sedekah dan
zakat dari tiga aspek utama: subjek, objek, dan penerima, sebagaimana
dijelaskan oleh para fuqaha, disertai dalil-dalil Al-Qur’an dan hadis.
Meninjau Zakat dan
Sedekah dari Tiga Aspek Utama.
1. Subjek : Siapa yang
Memberi?
Sedekah merupakan amalan yang dianjurkan (sunnah) bagi setiap muslim,
tanpa memandang status ekonomi atau kemampuan fisik. Baik orang kaya, miskin,
kuat, maupun lemah, semua dianjurkan untuk bersedekah sesuai kemampuan. Sedekah
adalah cerminan keikhlasan hati, yang bisa berupa harta, tenaga, atau bahkan
senyuman.
Sebaliknya, zakat adalah kewajiban yang hanya dibebankan kepada mereka
yang memiliki harta tertentu dan telah memenuhi syarat tertentu, seperti nisab
dan haul. Hal ini ditegaskan dalam hadis Nabi Muhammad Saw:
إِنَّ اللهَ قَدْ فرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ، فَتُرَدُّ فِي فُقَرَائِهِمْ
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan zakat
dari harta mereka, yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan
diberikan kepada orang-orang fakir di antara mereka.” (HR.
al-Bukhārī dan Muslim).
Hadis ini menegaskan bahwa zakat adalah hak fakir miskin yang dipungut
dari harta orang-orang kaya. Artinya, tidak semua orang dibebani kewajiban ini.
Hanya mereka yang telah mencapai nishab (ambang minimal harta) dan haul (masa
kepemilikan selama satu tahun) yang terkena kewajiban zakat. Sedangkan sedekah
bersifat lebih longgar. Ia dianjurkan kepada siapa pun, tanpa syarat kekayaan
atau usia.
2. Objek: Apa yang
Disedekahkan?
Perbedaan kedua terletak pada apa yang diberikan. Sedekah memiliki cakupan
yang luas, tidak terbatas pada harta benda. Ia mencakup segala bentuk kebaikan,
seperti membantu tetangga, memberikan nasihat, atau bahkan menyingkirkan
rintangan dari jalan. Sedekah adalah ekspresi kebaikan hati yang tidak dibatasi
oleh bentuk atau jumlah, sebagaimana Sabda Nabi Saw:
كُلُّ مَعْرُوفٍ صَدَقَةٌ
“Setiap perbuatan baik adalah sedekah.” (HR.
al-Bukhārī).
Sebaliknya, zakat terfokus pada harta fisik, seperti hasil pertanian,
peternakan, perdagangan, atau emas dan perak, dengan jumlah tertentu yang telah
ditetapkan syariat, misalnya 2,5% dari harta yang telah mencapai nisab.
Ketentuan ini menegaskan bahwa zakat adalah ibadah yang terukur dan terikat
aturan, berbeda dengan sedekah yang lebih fleksibel.
3. Penerima: Kepada Siapa
Diberikan?
Kemudian, perbedaan mencolok juga terlihat dari segi siapa yang berhak
menerima. Zakat hanya boleh diberikan kepada delapan kelompok yang telah
ditetapkan dalam Al-Qur’an:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِۖ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus zakat, para muallaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk
jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS.
al-Tawbah: 60).
Sementara sedekah, sebagaimana dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan
oleh Abu Hurairah, dapat diberikan secara lebih fleksibel:
قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، عِنْدِي دِينَارٌ، قَالَ: تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى نَفْسِكَ، قَالَ: عِنْدِي آخَرُ، قَالَ: تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى زَوْجِكَ، قَالَ عِنْدِي آخَرُ، قَالَ: تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى وَلَدِكَ، قَالَ: عِنْدِي آخَرُ، قَالَ: تَصَدَّقْ بِهِ عَلَى خَادِمِكَ، قَالَ: عِنْدِي آخَرُ، قَالَ: أَنْتَ أَبْصَرُ…
“Seorang laki-laki berkata: “Ya Rasulullah, saya mempunyai satu dinar.”
Rasulullah bersabda: “Sedekahkanlah untuk dirimu.” Ia berkata: “Ada lagi satu
dinar.” Beliau bersabda: “Sedekahkanlah untuk istrimu.” Ia berkata lagi: “Masih
ada satu dinar.” Beliau bersabda: “Sedekahkanlah untuk anakmu.” Ia berkata:
“Masih ada satu dinar.” Beliau bersabda: “Sedekahkanlah kepada pelayanmu.” Ia
berkata: “Ada satu dinar lagi.” Rasulullah bersabda: “Terserah padamu, engkau
lebih mengetahui ke mana yang lebih baik”) [HR Abū Dāwud, al-Nasā’ī, dan al-Ḥākim].
Hadis ini menunjukkan betapa luasnya cakupan sedekah: dari diri sendiri,
keluarga, hingga lingkungan sekitar. Tidak ada ketentuan tertentu tentang
jumlah dan siapa yang menerima. Inilah bentuk ibadah sosial yang sangat
fleksibel namun bernilai besar di sisi Allah Swt.
Refleksi Penting dari
Zakat dan Sedekah
Perbedaan antara zakat dan sedekah ini menunjukkan bahwa Islam memiliki
sistem sosial yang terstruktur dan sekaligus memberi ruang untuk inisiatif
pribadi. Zakat sebagai sistem ekonomi keadilan, dan sedekah sebagai etika
kemanusiaan.
Keduanya saling melengkapi. Zakat adalah pilar, sedekah adalah ornamen.
Zakat adalah fondasi, sedekah adalah hiasannya. Dan keduanya adalah jalan untuk
mendekat kepada Allah:
مَن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada
Allah, pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakannya baginya dengan
lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki), dan
kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (QS. al-Baqarah: 245)
Maka, tak ada alasan untuk menunda. Bila telah mencapai nishab, tunaikan
zakat. Bila belum, jangan ragu untuk bersedekah. Karena pada setiap pemberian
yang ikhlas, Allah telah janjikan balasan yang berlipat.
Editor, Angcel