LPKAPNEWS
- Bulan Muharram, yang dalam budaya
Jawa dikenal sebagai Suro, adalah bulan istimewa dalam Islam. Berdasarkan
Kalender Hijriah Global Tunggal, 1 Muharram 1446 bertepatan dengan 26 Juni
2025. Sebagai salah satu bulan haram, Muharram mengandung keutamaan besar.
Allah berfirman dalam
Al-Qur’an:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ
“Sesungguhnya bilangan
bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia
menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.” (QS. At-Taubah:
36).
Dalam bulan ini, umat
Islam dianjurkan menjauhi kezaliman dan memperbanyak ibadah serta amal
kebaikan. Salah satu kebaikan dalam bulan ini ialah terdapat Hari Asyura (10
Muharram) dan Tasua (9 Muharram) yang memiliki keistimewaan tersendiri.
Rasulullah SAW
bersabda:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ
“Puasa yang paling
utama setelah Ramadan adalah puasa di bulan Allah, Muharram.” (HR. Muslim, no.
1163).
Puasa Asyura bahkan
dijanjikan dapat menghapus dosa setahun sebelumnya, sebagaimana sabda
Rasulullah SAW:
صِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
“Puasa pada hari
Asyura, aku berharap kepada Allah agar menghapus dosa setahun sebelumnya.” (HR.
Muslim, no. 1162).
Muharram juga menjadi
saksi peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah para nabi. Nabi Musa diselamatkan
dari kejaran Fir’aun, kapal Nabi Nuh mendarat setelah banjir besar, dan Nabi
Yunus keluar dari perut ikan. Peristiwa-peristiwa ini menunjukkan kebesaran dan
rahmat Allah, sekaligus mengajarkan ketabahan dan keimanan.
Allah berfirman
tentang keselamatan Nabi Musa:
وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُودُهُ بَغْيًا وَعَدْوًا
“Kami bawakan Bani
Israil menyeberangi laut, lalu Fir’aun dan bala tentaranya mengikuti mereka
dengan kezaliman dan permusuhan.” (QS. Yunus: 90).
Namun, di Indonesia,
khususnya di Jawa, malam 1 Suro sering dikaitkan dengan mitos, seperti larangan
keluar malam, membangun rumah, atau menggelar pernikahan karena dianggap
membawa sial. Dalam ilmu tauhid, kepercayaan ini disebut tathayyur (takhayul), yang bertentangan dengan ajaran
Islam.
Rasulullah SAW
menegaskan:
لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ، وَيُعْجِبُنِي الفَأْلُ قالوا: وَما الفَأْلُ؟ قالَ: كَلِمَةٌ طَيِّبَةٌ
“Tidak ada penularan
(penyakit secara takhayul), tidak ada tathayyur (anggapan sial), dan aku menyukai fā’l (prasangka baik).” Mereka bertanya, “Apa
itu fā’l?” Beliau
menjawab, “Kata-kata yang baik.” (HR. Bukhari, no. 5756; Muslim, no. 2224).
Menurut Ghoffar Ismail
dari Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, mitos-mitos ini adalah khurafat
tanpa dasar ilmu atau dalil. Kepercayaan semacam ini berpotensi mengarah pada
syirik, yang dapat merusak akidah.
Allah memperingatkan:
وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ
“Janganlah kamu
menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak pula
mudarat kepadamu.” (QS. Al-Anbiya: 66).
Untuk meluruskan
pemahaman masyarakat, dakwah harus dilakukan dengan penuh hikmah. Allah
berfirman:
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Serulah ke jalan
Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik, dan berdebatlah dengan cara yang
lebih baik.” (QS. An-Nahl: 125).
Dengan pendekatan yang
bijak, umat Islam diajak memahami kemuliaan Muharram tanpa terjebak mitos.
Bulan ini adalah waktu untuk memperbanyak ibadah, seperti puasa sunah, sedekah,
dan amal kebaikan, serta mendekatkan diri kepada Allah.
Mari jadikan Muharram
sebagai momentum memperkuat iman dan akidah, meninggalkan takhayul, dan
mengamalkan ajaran Islam yang murni., (Redaksi)