LPKAPNEWS.COM - Setiap tahun, umat Islam di seluruh dunia melaksanakan
kurban pada hari raya Idul Adha. Namun, di tengah praktik ibadah ini, muncul
pertanyaan yang kerap mengemuka: bolehkah kurban dilakukan secara patungan,
khususnya ketika jumlah peserta melebihi ketentuan syariat?
Dalam kitab-kitab fikih, ketentuan kurban kolektif telah
dijelaskan dengan rinci. Satu ekor kambing hanya boleh dikurbankan untuk satu
orang, satu ekor sapi atau kerbau untuk maksimal tujuh orang, dan satu ekor
unta untuk maksimal sepuluh orang.
Ketentuan ini merujuk pada beberapa hadis sahih, di
antaranya:
Hadis Jabir tentang kurban Aisyah:
عَنْ جَابِرٍ قَالَ ذَبَحَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ عَائِشَةَ بَقَرَةً يَوْمَ النَّحَرِ [رواه مسلم]
“Dari Jabir, ia berkata: Rasulullah saw menyembelih
seekor sapi untuk Aisyah pada hari nahar.” (H.R. Muslim No. 356).
Hadis Ibnu Abbas tentang kurban kolektif:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي السَّفَرِ فَحَضَرَ اْلأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِي الْبَقَرَةِ سَبْعَةً وَفِي الْبَعِيْرِ عَشَرَةً [رواه الترمذي]
“Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Kami bersama Rasulullah saw
dalam perjalanan, lalu datang hari raya Adha, kami berpatungan menyembelih sapi
untuk tujuh orang dan unta untuk sepuluh orang.” (H.R. at-Tirmidzi No. 1501).
Hadis-hadis ini menegaskan batasan jumlah peserta dalam
kurban kolektif. Satu ekor sapi, misalnya, dibatasi untuk tujuh orang dengan
syarat hewan yang dikurbankan memenuhi standar syariat, seperti sehat, cukup
umur, dan tidak cacat. Ketentuan ini menjadi pedoman utama dalam praktik kurban
kolektif.
Kurban atas Nama Keluarga dan Umat
Pertanyaan lain yang sering muncul adalah praktik kurban
atas nama keluarga atau umat secara luas, sebagaimana dicontohkan Rasulullah
saw. Dalam beberapa hadis, Rasulullah saw disebutkan berkurban tidak hanya
untuk dirinya, tetapi juga untuk keluarga dan umatnya:
Hadis Aisyah tentang kurban Rasulullah:
“Dari Aisyah, Rasulullah saw menyembelih domba dan
berdoa: “Dengan nama Allah, ya Allah, terimalah ini dari Muhammad, keluarga
Muhammad, dan umat Muhammad”.” (H.R. Muslim No. 1967).
Hadis Jabir bin Abdullah:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ… فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ وَقَالَ: بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّى وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِى [رواه أبو داود]
“Dari Jabir, Rasulullah saw menyembelih domba dan berucap:
“Bismillah, Allahu Akbar, ini dariku dan dari umatku yang tidak berkurban”
(H.R. Abu Dawud No. 2413).
Hadis Abu Ayyub al-Anshari:
عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ… قَالَ: كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّى بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ، فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ… [رواه الترمذي]
“Dari Abu Ayyub, seseorang berkurban dengan seekor domba
atas nama dirinya dan keluarganya, lalu mereka makan dan membagikannya.” (H.R.
at-Tirmidzi No. 1141).
Hadis-hadis ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw dan para
sahabat memiliki kebiasaan berkurban atas nama keluarga, bahkan umat secara
luas. Namun, perlu ditelaah makna “keluarga” (آل) dan “umat” (أمة) dalam
konteks hadis tersebut.
Menurut kamus Lisan al-‘Arab, lafalāl dapat merujuk pada
keluarga dekat (istri dan anak) atau pengikut secara umum. Sementara ummat
dalam hadis merujuk pada pengikut Nabi Muhammad saw, khususnya mereka yang
belum mampu berkurban.
Dengan demikian, kurban Rasulullah saw mencakup niat
untuk keluarga dekatnya, namun pahalanya diharapkan mengalir kepada umat yang
tidak mampu berkurban.
Kurban Kolektif Lebih dari Tujuh Orang
Praktik kurban kolektif dengan lebih dari tujuh orang
untuk satu ekor sapi sering dilakukan di masyarakat, terutama dalam lingkup
organisasi atau komunitas seperti Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Namun, apakah
praktik ini sesuai dengan syariat?
Menurut ketentuan syariat, batasan tujuh orang untuk satu
ekor sapi bersifat definitif berdasarkan hadis Ibnu Abbas di atas. Jika lebih
dari tujuh orang berpatungan, akad kurban menjadi tidak sah kecuali ada
pengecualian tertentu.
Salah satu pandangan yang muncul dalam sidang fatwa
adalah bolehnya kurban sapi untuk lebih dari tujuh orang jika sapi tersebut
berukuran besar dan harganya jauh di atas rata-rata. Pandangan ini merujuk pada
hadis tentang unta jenis jazur (unta besar) yang boleh untuk sepuluh orang,
bukan unta biasa (ba’ir).
Dengan analogi, sapi besar dengan harga, misalnya, Rp60
juta dapat digunakan untuk kurban kolektif hingga sepuluh orang, dengan iuran
lebih besar per orang (misalnya Rp6 juta per orang) untuk menjamin kualitas dan
kuantitas daging.
Namun, pandangan ini belum mencapai konsensus di kalangan
ulama dan masih memerlukan pembahasan lebih lanjut.
Sebagai solusi sementara, jika peserta lebih dari tujuh
orang, kelebihan peserta dapat bergabung dengan kelompok lain, seperti jamaah
masjid atau tetangga. Alternatif lain, setiap individu dapat berkurban dengan
seekor kambing, yang lebih sederhana dan sesuai syariat.
Praktik patungan kurban dalam jumlah besar, seperti
ratusan orang, sering kali tidak memenuhi syarat sebagai kurban syar’i. Dalam
kasus ini, akad kurban harus jelas: siapa sahibul kurban (pemilik kurban)?
Jika akad tidak definitif, misalnya hanya berupa iuran
tanpa menentukan peserta kurban secara spesifik, maka ibadah tersebut tidak
dianggap kurban, melainkan sedekah biasa. Solusi agar tetap menjadi kurban
adalah dengan menentukan sahibul kurban secara bergilir di antara peserta iuran
atau menghibahkan iuran kepada satu orang yang ditunjuk sebagai sahibul kurban.
Kesimpulan
Kurban kolektif diperbolehkan dengan batasan satu ekor
kambing untuk satu orang, sapi untuk maksimal tujuh orang, dan unta untuk
maksimal sepuluh orang, sebagaimana ditunjukkan dalam hadis-hadis sahih.
Praktik kurban atas nama keluarga atau umat tetapi tidak mengubah ketentuan
jumlah peserta.
Bagi masyarakat yang ingin melaksanakan kurban kolektif,
penting untuk memastikan akad yang jelas dan sesuai syariat. Jika akad tidak
memenuhi syarat kurban, maka praktik tersebut lebih tepat dikategorikan sebagai
sedekah., (Ilham)