JAKARTA, LPKAPNEWS - Sejak kepergiannya lebih dari tiga
dekade silam, namanya terus menggema di mana-mana. Tak jarang namanya
diabadikan sebagai nama sebuah jalan di kota-kota besar, melekat dengan sebuah
bangunan, hingga terpampang dengan foto disertai kata-kata yang membakar di
tembok hingga bagian belakang truk. Yang semuanya mengandung simbol perjuangan
atas nama kemanusiaan.
Selepas lulus dari SMA Muhammadiyah 1 Nganjuk tahun 1989,
Marsinah memutuskan untuk langsung bekerja karena tidak memiliki biaya untuk
meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kebiasaan mandiri terus
telah ia pupuk sejak saat itu. Mulai dari berjualan bahan pakaian, seprei,
buku-buku dan barang-barang lain di tempat kerjanya.
Marsinah muda juga merupakan sosok yang gemar membaca apa
saja, seperti buku, majalah, koran dan lain sebagainya. Di samping itu, ia juga
tercatat pernah mengikuti kursus komputer dan bahasa Inggris. Keterbatasan
tidak menghalangi tekadnya untuk terus belajar.
Hingga akhirnya membuat namanya harum dikalangan kaum
buruh dan warga bangsa. Peristiwa bermula dari tuntutan sederhana dirinya
kepada perusahaan tempatnya bekerja, yaitu permintaan untuk menaikkan upah
pekerja. Namun, perusahaan menolak tuntutan itu. Yang akhirnya berujung pada
unjuk rasa karena beberapa buruh merasa tidak puas, dan Marsinah terlibat di
dalamnya. Perusahaan pun mengancam memecat 13 orang yang telibat dalam aksi
unjuk rasa. Mendengar hal itu, Marsinah tidak tinggal diam, ia balik mengancam akan
membongkar rahasia perusahaan jika pemecatan terjadi.
Tidak lama setelah kejadian itu, pada tanggal 9 Mei 1993,
Marsinah ditemukan gugur dalam keadaan sangat mengenaskan. Ia gugur sebagai
seorang pejuang keadilan dan kemanusiaan. Atas keberanian dan dedikasinya pada
isu-isu soasial dan memanusiaan itulah, Marsinah dinominasikan untuk menerima
penghargaan “Yap Thiam Hien Human Right Award” dari Yayasan Pusat Studi Hak
Asasi Manusia di Jakarta di tahun yang sama.
Tak hanya itu, banyak juga yang mengusulkan supaya
Marsinah diberi gelar pahlawan. Tidak ketinggalan, Pimpinan Pusat Muhammadiyah
pun telah menetapkan Marsinah sebagai pahlawan pekerja pada Sidang Tanwir
Muhammadiyah II di Surabaya pada bulan Desember 1993. Sikap Muhammadiyah
tersebut tidak sendirian. Jauh sebelum Muhammadiyah menentukan sikapnya,
beberapa kalangan telah memberikan penghargaan serupa.
Dan pada hari yang bersejarah, tepatnya tanggal 10
November 2025, yang bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional, di Istana Negara
Jakarta, Presiden Indonesia ke-8 Prabowo Subianto menetapkan Marsinah sebagai
Pahlawan Nasional berdasarkan Keppres No 116/TK Tahun 2025 tentang
Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.
Penetapan ini menjadi pemantik suasana haru sekaligus
bangga, baik bagi keluarga, persyarikatan, bahkan seluruh warga bangsa bahwa
suara kemanusiaannya tetap kekal sampai kapanpun juga.
Sumber, SM
