LPKAPNEWS, YOGYAKARTA – Anggota Majelis Tarjih dan
Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Muchammad Ichsan, menegaskan bahwa
paham ingkarus sunnah dapat merusak akidah. Kelompok yang menolak
hadis ini menurutnya merupakan aliran yang sesat.
Bagi yang memiliki paham ingkarus sunnah, Ichsan
menegaskan bahwa bisa saja orang tersebut dianggap sudah keluar dari Islam. Hal
tersebut ia sampaikan dalam pengajian di Masjid KH Ahmad Dahlan, Rabu (03/08).
Ichsan menjelaskan bahwa istilah ingkarus sunnah berarti
menolak atau mengingkari hadis Nabi Muhammad Saw secara keseluruhan, baik hadis
sahih, hasan, maupun hadis yang lain. Penganut paham ini berpegang hanya pada
Al-Qur’an, sehingga sering disebut sebagai kelompok al-Qur’āniyyūn atau
“Qur’an saja”.
“Kelompok ini beranggapan Al-Qur’an sudah cukup untuk
menjawab semua persoalan hidup. Padahal banyak hukum dalam Al-Qur’an yang
penjelasannya hanya ada di dalam hadis, seperti tata cara ṣalat dan ketentuan
zakat,” ujar Ichsan.
Menurutnya, menolak hadis berarti sama saja menolak
kerasulan Nabi Muhammad Saw. “Kalau orang hanya bersyahadat asyhadu an lā
ilāha illallāh tanpa mengakui wa asyhadu anna Muḥammadar rasūlullāh,
itu artinya keislamannya tidak sempurna,” tegasnya.
Ichsan juga menyebut bahwa benih-benih paham ini sudah
muncul sejak masa sahabat, kemudian berkembang di era modern di India,
Pakistan, dan Mesir. Beberapa tokoh yang dikenal menolak hadis antara lain
Chiragh Ali (1844–1895) dan Ghulam Ahmad Parwez (1903–1985). Di Mesir, Mahmud
Abu Rayyah juga banyak mengkritisi validitas hadis.
“Di Indonesia, paham ini disebarkan sebagian kelompok
modernis ekstrem yang kemudian dikenal sebagai gerakan Qur’an saja,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ichsan menegaskan bahwa para ulama klasik
sudah memberikan vonis tegas terhadap paham ini.
Imam al-Syāfi‘ī menegaskan bahwa orang yang menolak hadis
sama dengan kafir. Ibn Ḥazm al-Andalusī menambahkan, umat Islam telah berijmak
bahwa menolak sunah sahih berarti kekafiran. Imam Aḥmad bin Ḥanbal juga
memperingatkan bahwa menolak hadis sama saja berada di tepi kehancuran agama.
Sebagai penguat, Ichsan mengutip sejumlah ayat Al-Qur’an
yang memerintahkan ketaatan kepada Rasulullah Saw, antara lain:
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan
taatilah Rasul serta ulil amri di antara kamu.” (Yā ayyuhalladzīna āmanū aṭī‘ullāha
wa aṭī‘ur-rasūl wa ulīl-amri minkum) (QS. al-Nisā’ [4]: 59).
Dalam ayat lain disebutkan: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (Wa mā ātākumur-rasūlu fakhudzūh, wa mā nahākum ‘anhu fantahū) (QS. al-Ḥasyr [59]: 7).
Disebutkan pula dalam ayat yang berbeda: “Barang siapa
taat kepada Rasul, maka sungguh dia telah taat kepada Allah“ (Man yuṭi‘ir-rasūla
faqad aṭā‘a Allāh) (QS. al-Nisā’ [4]: 80).
Selain itu, ia mengingatkan hadis Nabi Saw: “Ketahuilah,
sesungguhnya aku diberi al-Kitāb dan sesuatu yang semisal dengannya (yaitu
sunah)” yang menegaskan kedudukan hadis sebagai sumber hukum kedua setelah
Al-Qur’an.
“Jadi jelas, tidak mungkin seorang Muslim taat kepada
Allah tanpa menaati Rasulullah. Ketaatan itu berlaku sepanjang zaman, bahkan
setelah Nabi wafat, yakni dengan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan hadis,”
kata Ichsan.
Ia menegaskan bahwa meskipun penganut ingkarus
sunnah di Indonesia masih relatif kecil, ajaran ini sangat berbahaya.
Karena itu, umat Islam harus mewaspadainya.
“Kalau seseorang menolak hadis secara keseluruhan, dia
bisa dikatakan murtad. Jika ingin kembali ke Islam, ia harus mengucapkan dua
kalimat syahadat secara lengkap,” pungkasnya.
Sumber, Muhammadiyah Or Id