LPKAPNEWS, BOGOR — Rektor Universitas Muhammadiyah
Bogor Raya (UM Bogor Raya) menyampaikan pentingnya sinergi antara amal usaha
dan persyarikatan Muhammadiyah sebagai kunci keberlanjutan dan kebermaknaan
gerakan dakwah organisasi.
Dalam paparannya pada acara Gerakan Subuh Mengaji pada
Senin (04/08), Edy Sukardi menegaskan bahwa amal usaha, seperti universitas,
sekolah, rumah sakit, dan berbagai unit usaha lainnya, merupakan wajah nyata
kiprah Muhammadiyah di tengah masyarakat.
“Amal usaha adalah milik persyarikatan dan membawa misi
persyarikatan. Karenanya, harus ada sinergi yang kuat antara keduanya. Tidak
boleh amal usaha maju sendiri sementara persyarikatannya tertinggal, begitu
pula sebaliknya,” ujar Edy Sukardi.
Ia menekankan bahwa amal usaha harus mendukung gerakan
persyarikatan dengan menyisihkan alokasi anggaran untuk kegiatan dakwah, tanpa
merasa terganggu oleh permintaan persyarikatan.
“Jangan sampai ada sikap risih ketika persyarikatan
menyampaikan kebutuhan. Seharusnya, amal usaha sudah proaktif mengalokasikan
dana untuk mendukung gerakan persyarikatan,” tambahnya.
Edy Sukardi juga memaparkan bahwa amal usaha merupakan
wahana strategis untuk menyebarkan nilai-nilai Islam berkemajuan yang rahmatan
lil alamin, yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat secara nyata.
“Kita tidak memaksakan semua orang menjadi Muhammadiyah,
tetapi melalui dakwah yang inklusif, masyarakat akan terpanggil dengan
sendirinya,” jelasnya.
Ia mencontohkan pengalIaman Muhammadiyah di berbagai
daerah, seperti di Papua, di mana amal usaha pendidikan dan kesehatan terbuka
untuk semua kalangan, termasuk non-Muslim, sebagai bagian dari penyebaran
nilai-nilai keislaman yang universal.
Selain itu, amal usaha juga berperan sebagai persemaian
kader persyarikatan yang memiliki komitmen ideologis.
“Dosen, karyawan, dokter, perawat, hingga pengusaha yang
terlibat dalam amal usaha harus memiliki komitmen terhadap misi Muhammadiyah.
Mereka harus dibina melalui program seperti Baitul Arqom, Darul Arqom, dan
pengajian untuk memperkuat pemahaman ideologis,” ungkap Edy Sukardi.
Ia menegaskan bahwa pemimpin amal usaha, seperti rektor
atau direktur rumah sakit, harus memiliki kemampuan memahami dan mengamalkan
nilai-nilai Muhammadiyah.
Edy Sukardi juga menyoroti tantangan yang dihadapi, salah
satunya adalah kurangnya kader ideologis di tubuh amal usaha, yang terkadang
memaksa Muhammadiyah merekrut tenaga dari luar. “Ketika kita merekrut dari
luar, harus ada pembinaan agar mereka selaras dengan misi persyarikatan. Jika
tidak, akan muncul ketidaksesuaian dalam pengelolaan amal usaha,” katanya.
Selain itu, ia mengingatkan agar amal usaha tidak hanya
berorientasi pada bisnis, tetapi tetap menjaga aspek amal sosialnya. “Jangan
sampai usahanya kuat, tetapi amalnya hilang. Harus ada keseimbangan, seperti
melalui subsidi silang untuk mendukung misi sosial,” tegasnya.
Untuk memperkuat amal usaha, Edy Sukardi mengusulkan
pilar-pilar penguatan, antara lain tata kelola profesional berbasis nilai
Islam, kepemimpinan visioner dan ideologis, SDM unggul berkarakter
Muhammadiyah, serta kemandirian ekonomi melalui inovasi layanan.
“Kemandirian adalah kunci. Ketika kita mandiri, kita
tidak akan diatur oleh pihak eksternal, dan misi dakwah kita akan semakin
kuat,” ujarnya.
Editor, Angcel
Sumber, Muhammadiyah Or Id