
LPKAPNEWS, PEKAN BARU – Fakultas Studi Islam (FSI) Universitas Muhammadiyah Riau (Umri) bekerja sama dengan Lembaga Dakwah Komunitas Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Riau menggelar kajian interaktif bertajuk “Dinamika Sosial dan Tantangan Fenomena LGBTQ+ di Kota Pekanbaru”. Kegiatan ini dilaksanakan pada Jumat (25/7/2025) pagi, bertempat di Masjid Baitul Hikmah Umri, dan dihadiri oleh dosen, mahasiswa, serta sejumlah tokoh agama dan akademisi, 25/07/2025 | 10:42 WIB
Tampak hadir dalam kajian tersebut diantaranya Wakil
Rektor III Umri Dr Jufrizal Syahri MSi., Dekan FSI Dr Santoso SS MSi., Lembaga
Dakwah Komunitas Muhammadiyah Wilayah Riau, Majelis Tabligh Kota Pekanbaru,
serta beberapa narasumber dari lintas organisasi diantaranya adalah Yanwar
Arief MPsi., Ketua HIMPSI Riau; Dr H Hendri Sayuti MA Ketua PW Muhammadiyah
Riau; dan KH R Abdul Khalim Mahali LLB., Ketua PW Nahdlatul Ulama (NU) Provinsi
Riau.
Dalam sambutannya, Wakil Rektor III Umri menyampaikan
apresiasi atas inisiatif FSI dalam menyelenggarakan kegiatan yang bersifat
edukatif ini. Menurutnya, fenomena LGBTQ+ merupakan tantangan sosial yang nyata
dan kampus sebagai lembaga pendidikan berperan penting dalam upaya pencegahan.
“Saat ini, kampus dan sekolah menjadi sasaran empuk bagi
kelompok LGBTQ+. Karena itu, penguatan nilai diri dan lingkungan sosial harus
menjadi perhatian bersama,” tegas Wakil Rektor.
Ia juga menambahkan bahwa generasi muda yang bersikap
apatis terhadap lingkungan sosial justru membuka peluang bagi masuknya pengaruh
negatif secara masif.
Sementara itu, Dekan FSI Umri, dalam sambutannya
menegaskan bahwa kajian ini merupakan bagian dari komitmen FSI dalam
menghadirkan ruang diskusi ilmiah sekaligus respons terhadap realitas sosial
keumatan.
“Kami ingin membangun narasi akademik yang bersumber pada
nilai-nilai keislaman dan kemanusiaan, serta mengajak sivitas akademika untuk
tidak hanya memahami isu ini secara tekstual, tetapi juga melihat dampaknya
secara sosial, psikologis, dan spiritual,” ungkap Dr Santoso
Pada kesempatan yang sama, Ketua PW Muhammadiyah Riau,
dalam pemaparannya menyebutkan bahwa fenomena LGBTQ+ terjadi karena dua faktor
utama: pertama, perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak seimbang
dengan nilai; dan kedua, karena adanya penyimpangan atau kemaksiatan.
“Dimensi keilmuan dari kelompok ini sangat dangkal.
Mereka hanya berpegang pada justifikasi penyimpangan tanpa basis pengetahuan
yang sahih,” ujar Dr Hendri Sayuti tersebut.
Di sisi lain, KH R Abdul Khalim Mahali LLB., menegaskan
bahwa NU dan Muhammadiyah sebagai dua organisasi besar umat Islam terus
bersinergi dalam berbagai bidang, termasuk dalam menanggapi isu LGBTQ+.
“Kami akan menolak secara tegas segala bentuk gerakan
LGBTQ+ di Kota Pekanbaru. Ini bukan semata soal moral, tetapi menyangkut masa
depan generasi bangsa,” tegasnya.
Narasumber lainnya, Yanwar Arief MPsi., yang merupakan
Ketua HIMPSI Riau, memberikan perspektif dari sisi psikologis dan sosial. Ia
menyoroti adanya gerakan sistematis yang mempromosikan LGBTQ+ secara terbuka di
media sosial yang berdampak luas pada masyarakat, terutama anak muda.
“Fenomena ini bukan hal sederhana. Pertama, kasus
HIV/AIDS yang terus meningkat berkaitan dengan penyimpangan ini. Kedua,
keterbukaan informasi yang tidak disaring di media sosial menjadi faktor
pemicu. Ketiga, lemahnya kontrol dalam lingkungan keluarga,” jelasnya.
Ia juga mengusulkan perlunya kolaborasi antara lembaga
pendidikan, ormas Islam, dan pemerintah untuk merumuskan tema-tema khutbah yang
relevan sebagai bentuk pencerahan di tengah masyarakat.
Melalui kegiatan ini, FSI Umri berharap diskusi-diskusi serupa dapat terus dilakukan sebagai bentuk upaya kolektif dalam menjaga moralitas dan ketahanan sosial di tengah gempuran perubahan zaman yang kompleks.
Editor, Angcel
Sumber, Umri