LPKAPNEWS, TANJUNG PINANG - Polemik penerapan sistem e-ticketing di Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjung Pinang dan Telaga Punggur Batam menuai sorotan tajam dari tokoh Muda Barisan Pemuda Pembela dan Pejuang Kepulauan Riau (BP3KR), Andry Amsy. (16/7/25).
Ia mendesak kejaksaan tinggi (Kejati) Kepulauan Riau untuk mengusut tuntas dugaan pungutan liar (pungli) dalam praktek pembelian tiket penyeberangan Andry menyebutkan, adanya tambahan biaya sebesar Rp1.500 hingga Rp 2000 per tiket rute Tanjung pinang Batam dan sebaliknya, dengan dalih sistem e-ticketing, sangat merugikan masyarakat.
Ironisnya, menurut dia, proses pembelian tiket masih dilakukan secara manual melalui antrian di loket, bukan melalui sistem elektronik yang seharusnya memudahkan penumpang. Dengan hanya bermodalkan kertas print tipis kecil, mereka bisa meraup keuntungan hingga ratusan juta perbulan. Jangan anggap remeh Rp2000 per tiket.
Jika dikalikan 2000 penumpang perhari, itu sudah Rp4 juta per hari, atau Rp120 juta sebulan. Jika dihitung pulang pergi, bisa Rp240 juta per bulan. Belum lagi rute Telaga Punggur Tanjung uban yang juga padat, jelas Andry geram. Ia meminta Kejati Kepri turun tangan menyelidiki praktek ini secara menyeluruh agar masyarakat tidak terus-menerus merasa diperas oleh sistem yang tidak transparan.
Lebih lanjut, Andry juga mendesak agar Kejati memanggil dan memeriksa PT mitra kasih permata (MKP) selaku penyedia sistem e-ticketing, serta Pelindo dan kesahbandaran sebagai operator pelabuhan dan pengelola angkutan laut di Pelabuhan Sri Bintan pura. Sudah lama masyarakat Tanjungpinang mengeluhkan sistem e-ticketing ini. Selain adanya pungutan tambahan, para penumpang juga tidak mendapatkan pelayanan digital yang dijanjikan.
Ini harus menjadi perhatian serius, baik di daerah maupun di pusat tegasnya.Andry berharap aparat penegak hukum mampu mengumpulkan data dan keterangan dari semua pihak yang terkait, demi keadilan dan perlindungan hak masyarakat pengguna jasa transportasi laut di Kepulauan Riau.
Editor, Angcel
Sumber, Mardy