Farid Wajdi Soroti Rp 1,46 Triliun Megaproyek Medan: Terang di Baliho, Gelap di Realita

LPKAPNEWS, MEDAN – Wajah Kota Medan kini tampak sibuk berhias. Di sudut-sudut kota, baliho besar menampilkan senyum para pejabat dan slogan “Transformasi Kota Medan”. Jalan diperlebar, taman dirapikan, dan fasilitas publik diperbarui. Namun di balik janji pembangunan itu, warga justru menyaksikan kenyataan yang jauh dari harapan. Di tengah kota yang terus dibenahi, proyek-proyek raksasa justru tampak pincang: sebagian mangkrak, sebagian bermasalah, dan tak sedikit yang bikin publik geleng kepala.

Kondisi kini Kota Medan itu mendapat sorotan tajam dari founder Etic of Care  Dr. Farid Wajdi yang juga anggota Komisi Yudisial tahun 2015-2020.  Farid menyebut,  salah satu proyek paling kontroversial adalah Lampu Jalan LED yang kini akrab disebut warga sebagai “Lampu Pocong”. Proyek yang seharusnya menjadi simbol penerangan kota itu justru berujung gelap gulita. Dengan anggaran mencapai Rp 25,7 miliar dari APBD 2022–2023, lampu-lampu tersebut rusak bahkan sebelum berfungsi. Audit internal menyebut proyek ini sebagai “kerugian total”, dan kontraktor diminta mengembalikan Rp 21 miliar. Tapi hingga pertengahan 2025, uang itu belum juga kembali. Warga pun bertanya: siapa yang bermain di balik proyek gelap ini?, kata Farid.

Tak kalah fantastis adalah proyek Revitalisasi Lapangan Merdeka, yang diharapkan menjadi ikon baru ruang terbuka kota. Sayangnya, proyek ini justru menimbulkan polemik. Dibagi ke dalam tiga tahap, anggaran yang digelontorkan mencapai Rp 632,5 miliar: Tahap I (2022): Rp 97,5 miliar, Tahap II: Rp 318,5 miliar pada 2023 dan Rp181,7 miliar pada 2024, dan Tahap III (2025): Rp 38 miliar.

” Meski sempat diresmikan awal 2025, kegembiraan warga langsung pupus setelah terungkap penggunaan material bekas untuk basement lift. Tak sekadar ceroboh, hal ini mencerminkan lemahnya kontrol mutu dalam proyek berskala besar,” ungkap Farid Wajdi.

Kemudian, perhatian publik tertuju ke Stadion Teladan, stadion bersejarah yang dirancang untuk direnovasi total dengan skema pembiayaan gabungan. Pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR menyuntikkan Rp 300 miliar, sedangkan Pemko Medan menyumbang Rp 260 miliar, menjadikan total anggaran revitalisasi Rp 560 miliar. Namun proyek ini molor dari target awal Oktober 2024, dan baru diperkirakan rampung antara April hingga Juni 2025. Ironisnya, pada 2025 pemerintah kota kembali mengalokasikan tambahan dana sebesar Rp 81 miliar—yakni Rp 37 miliar untuk memperbaiki fasad dan Rp 44,2 miliar untuk furnitur serta interior stadion.

Masih ada yang lain, yakni  proyek revitalisasi Lapangan Kebun Bunga, ruang terbuka yang selama ini menjadi tempat favorit warga bersantai. Meski tak banyak disorot media, anggaran proyek ini tak main-main: Rp161,9 miliar dari APBD 2023–2024. Namun hingga pertengahan 2025, hasil fisik belum terlihat jelas, bahkan progresnya pun tak banyak diketahui publik.

Merujuk berbagai media dan sumber, jelas Farid Wajdi,  jika keempat proyek ini dijumlahkan—Lampu Pocong, Lapangan Merdeka, Stadion Teladan, dan Kebun Bunga—total anggaran yang dikeluarkan mencapai lebih dari Rp 1,46 triliun. Jumlah yang mencengangkan, apalagi jika dibandingkan dengan minimnya output yang bisa dirasakan warga. Kota ini masih dihadapkan pada kemacetan, banjir, tumpukan sampah, dan keterbatasan ruang terbuka hijau.

Farid Wajdi juga menyoroti persoalan pengawasan yang dilakukan untuk berbagai proyek di Kota Medan itu. ” Pengawasan terhadap proyek-proyek ini nyaris tak terdengar. DPRD Kota Medan tak menunjukkan tanda-tanda pengawasan aktif. Tak ada panitia khusus, tak terdengar interpelasi, bahkan rapat pengawasan pun nyaris sunyi,” jelasnya. Selain itu, Inspektorat dan audit dari BPKP atau KPK belum menyentuh inti persoalan. Padahal proyek dengan skema multi-tahun (multi years) sangat rawan dimanipulasi: dari perubahan spesifikasi hingga pembengkakan biaya secara sistematis.

Kini publik bukan hanya kecewa, tapi mulai muak. Mereka menuntut audit investigatif, pembukaan dokumen kontrak proyek, serta keterlibatan aparat hukum yang lebih aktif. Setiap rupiah dalam proyek ini adalah hasil jerih payah rakyat—dari pajak yang dipungut hingga retribusi yang dibayarkan. Jika tidak ada pertanggungjawaban yang jelas, maka proyek-proyek ini hanya akan menjadi hiasan kosong: membangun citra, tapi bukan manfaat. Wajah Medan boleh bersolek, tapi tanpa transparansi dan integritas, ia hanyalah topeng dari kota yang sedang kehilangan arah! 

Editor, Angcel

Sumber, Infomu