Jangan Tanyakan Kronologi Kematian, Begini Adab Melayat Menurut Tuntunan Nabi Saw

LPKAPNEWS - Fenomena melayat jenazah belakangan menjadi sorotan di media sosial. Belakangan, banyak warganet mengeluhkan perilaku sebagian pelayat yang lebih banyak bertanya tentang kronologi kematian almarhum. Maksudnya mungkin sekadar basa-basi, tetapi jika ditanyakan berulang-ulang, hal itu justru menambah beban batin keluarga yang sedang berduka.

Bahkan ada pula yang berkomentar sembrono, misalnya berkata, “Ah, nanti bapakmu cepat dapat pengganti.” Alih-alih menghibur, perkataan semacam itu bisa menoreh luka baru.

Padahal, Islam telah memberikan pedoman jelas bagaimana seharusnya seorang muslim bertakziyah, yaitu menghadirkan doa, penghiburan, serta meringankan beban keluarga yang ditinggalkan. Berikut beberapa adab melayat yang diajarkan Nabi Saw:

Membaca istirjā‘ dan doa ketika mendengar musibah

Seorang muslim dianjurkan membaca,

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

“Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.” (QS. al-Baqarah [2]: 156).

Disertai doa sebagaimana diajarkan Rasulullah Saw:

اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا

“Ya Allah, berilah aku pahala karena musibah ini dan gantikanlah bagiku dengan yang lebih baik.”

 

Rasulullah Saw bersabda:

«مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللهُ {إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ} اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا إِلَّا أَخْلَفَ اللهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا»

“Tidaklah seorang muslim ditimpa musibah lalu ia mengucapkan doa istirjā‘ sebagaimana yang diperintahkan Allah, melainkan Allah akan menggantikannya dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad no. 25498, Muslim no. 918).

Menghibur dan meringankan kesedihan keluarga

Takziyah bukan ajang memperbincangkan detail kematian, melainkan kesempatan untuk menguatkan keluarga yang ditinggalkan. Rasulullah Saw pernah bersabda kepada keluarga yang berduka:

إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ

“Sesungguhnya milik Allah apa yang Dia ambil, dan milik-Nya pula apa yang Dia berikan. Setiap sesuatu di sisi-Nya sudah ada batas waktunya. Maka hendaklah engkau bersabar dan mengharap pahala.” (HR. al-Bukhari no. 6829).

Nabi Saw sendiri mencontohkan ketulusan empati. Ketika cucunya dalam keadaan sekarat, beliau menangis hingga ditanya oleh sahabat. Nabi Saw menjawab:

«إِنَّمَا يَرْحَمُ اللهُ مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءَ»

“Sesungguhnya Allah hanya menyayangi hamba-hamba-Nya yang penuh kasih sayang.” (HR. al-Bukhari no. 6894).

Membantu kebutuhan keluarga yang berduka

Salah satu bentuk kepedulian adalah membuatkan makanan bagi keluarga almarhum, bukan sebaliknya. Rasulullah Saw bersabda setelah wafatnya Ja‘far bin Abi Thalib:

«إِنَّ آلَ جَعْفَرٍ قَدْ شُغِلُوا بِشَأْنِ مَيِّتِهِمْ فَاصْنَعُوا لَهُمْ طَعَامًا»

“Sesungguhnya keluarga Ja‘far sedang sibuk dengan urusan musibah mereka, maka buatkanlah makanan untuk mereka.” (Sunan Ibn Majah no. 1611).

Mengiringi jenazah hingga ke pemakaman

Takziyah paling utama adalah menghadiri salat jenazah dan mengantarkan hingga ke liang kubur. Rasulullah Saw bersabda:

«مَنْ شَهِدَ الْجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّيَ فَلَهُ قِيرَاطٌ، وَمَنْ شَهِدَ حَتَّى تُدْفَنَ كَانَ لَهُ قِيرَاطَانِ». قِيلَ: وَمَا الْقِيرَاطَانِ؟ قَالَ: «مِثْلُ الْجَبَلَيْنِ الْعَظِيمَيْنِ»

“Barangsiapa menghadiri jenazah hingga ikut menyalatkannya, maka baginya pahala satu qirath. Dan barangsiapa menghadirinya hingga dimakamkan, maka baginya dua qirath.” Ditanyakan, “Apakah dua qirath itu?” Beliau menjawab: “Seperti dua gunung besar.” (HR. al-Bukhari no. 1240, Muslim no. 1570).

Dari dalil-dalil tersebut jelas bahwa melayat bukanlah sekadar hadir, apalagi basa-basi dengan pertanyaan yang menyakitkan. Melayat adalah ibadah yang sarat doa, empati, dan pelayanan nyata. Kita dianjurkan membantu dan bahkan menanggung sebagian beban keluarga yang sedang berduka.

(Redaksi)