foto Haedar Nashir
Pesan
persatuan tersebut disampaikan Haedar Nashir pada Senin (5/4) di Gedung
Perpustakaan UMK, Malaysia. Secara khusus Haedar menyampaikan pidato tentang
“Membangun Tamadun Islam Berkemajuan”.
Mengajak
merefleksikan diri kembali ke masa lalu, Haedar mengatakan Indonesia dan
Malaysia memiliki ikatan kuat tak hanya dari segi kebangsaan dan kebahasaan
Melayu, tapi juga berdekatan secara teritorial.
“Kita menjadi bangsa yang serumpun, diikat oleh bahasa, diikat oleh suatu kawasan geografi yang sebenarnya sama, dengan iklim tropis yang sama.. Tapi karena perkembangan sebuah nation, tentu kemudian ada kekhasan masing-masing,” katanya.
Oleh karena itu dirinya mengajak Muhammadiyah atau Indonesia dengan Malaysia supaya bersatu dan maju. Tak cukup hanya bersatu, Haedar menegaskan supaya selain bersatu juga harus maju.
Sebagai
kawasan yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka Agama Islam menjadi
nyawa atau motor yang dapat menggerakkan dan memajukan kehidupan kebangsaan
maupun tata sosial masyarakat Melayu.
Maka,
Haedar mengatakan ajaran Islam dapat dijadikan pijakan untuk memajukan negara
serumpun ini. Selain sudah bersenyawa dengan kehidupan bangsa, dalam Al Qur’an
dan Sunnah juga mengandung ajakan untuk memajukan.
“Al
Qur’an dan Sunnah Nabi mengandung nilai-nilai dan pesan ajaran yang penting
tentang kemajuan,” ungkap Haedar Nashir.
Saat
ini, kata Haedar, Islam memiliki tantangan tersendiri dalam usaha membangun
kembali peradabannya yang sempat hancur pasca era keemasan, terlebih setelah
negara-negara Islam dijajah oleh kolonialis Barat.
Namun
demikian, berbekal value atau nilai dalam Islam – yang berbeda dengan Barat
misalnya, Haedar yakin dan percaya Islam dapat kembali meraih puncak
kejayaannya. Terlebih perintah membaca relevan dengan kemajuan ilmu, dan ilmu
sebagai tumpuan majunya peradaban.
“Iqra
di situ bukan sembarangan, yang berbeda dengan iqranya Yunani dan Romawi. Dan
tentu juga masih ada banyak ayat-ayat yang kita diajak untuk perubahan,”
ungkapnya.
Guru Besar Bidang Ilmu Sosiologi ini kembali menegaskan, bahwa wahyu yang turun dalam Al Qur’an dan Hadis jika disimpulkan adalah memerintah supaya muslim untuk maju dan berkemajuan dalam membangun kebudayaan dan peradaban.
Sejarah
membuktikan, bahwa Islam pernah menjadi sebuah peradaban yang memajukan dunia
bahkan ketika Barat masih tertidur lelap. Oleh karena itu, Haedar mengajak
untuk merekonstruksi ulang sehingga kemajuan itu dapat diraih kembali.
“Jadi
kalau orang meragukan tamadun islam, pertama dia tidak baca Al Qur’an dan Hadis
Nabi, yang kedua dia tidak membaca sejarah Islam. Karena terpukau dengan bangsa
lain,” katanya.
Ajaran
Islam, imbuhnya, telah mengajak pada kebaikan sejak awal mula turunnya.
Modernitas yang melampaui zaman inilah yang menurut beberapa ahli, seperti
Robert N Bellah menjadikan Agama Islam ditolak di Arab – yang masih tribal atau
jahiliyah.
Selain
itu, menurut G. Levy della Vida nilai dalam ajaran Islam menghadirkan
masyarakat yang lebih kosmopolit jika dibandingkan masyarakat Yunani dan Romawi
yang memiliki nilai tersendiri untuk menata kehidupannya.
Namun
demikian, panjangnya era kemajuan Islam ini direkonstruksi oleh Barat sehingga
seakan-akan waktunya singkat saja. Bahkan panjangnya era kejayaan Islam itu
juga mewarnai kemajuan Barat, meskipun oleh mereka sendiri tidak mengakui.
Haedar menyebut beberapa
kunci terbentuknya peradaban Islam yang utama itu yakni semangat tauhid, iman,
ilmu, amal, ijtihad, dan tajdid sebagai ajaran penting dalam Islam yang menyatu
dalam kehidupan umat., (Redaksi)